Jumat, 05 Agustus 2011




KODE ETIK GURU INDONESIA
dikutip ; Oleh Aep,S.Pd

Persatuan Guru Republik Indonesia menyadari bahwa Pendidikan adalah merupakan suatu bidang Pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Tanah Air serta kemanusiaan pada umumnya dan …….Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan Undang –Undang Dasar 1945 . Maka Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai Guru dengan mempedomani dasar –dasar sebagai berikut :

1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila
   2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing –masing .
   3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan .
   4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik
   5. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan .
   6. Guru secara sendiri – sendiri dan atau bersama – sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya .
   7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan .
   8. Guru bersama –sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya.
   9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.



Kode Etik Guru (2008)
PEMBUKAAN
Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa guru Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia indonesia yang bermain, bertakwa dan berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil,makmur, dan beradap.
Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan. Melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru Indonesia memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Guru indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik yang dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru indonesia ketika menjalankan tugas-tugas profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Guru indonesia bertanggung jawab mengatarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini.
Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.
Bagian Satu
Pengertian, tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
(1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara.
(2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.
Pasal 2
(1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
(2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.

Bagian Dua
Sumpah/Janji Guru Indonesia
Pasal 3
(1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
(2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.

(3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 4
(1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas.

Bagian Tiga
Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional

Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari :
(1) Nilai-nilai agama dan Pancasila
(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,

Pasal 6
(1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat
c. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.

e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionallnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.






(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa :
   1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
   2. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
   3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
   4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
   5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
   6. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
   7. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi.

(3) Hubungan Guru dengan Masyarakat :
1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
   2. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
   3. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
   4. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
   5. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya
   6. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
   7. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
   8. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam masyarakat.
(4) Hubungan Guru dengan seklolah
   1. Guru memelihara dan eningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
   2. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses    pendidikan.
   3. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif.
   4. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
   5. Guru menghormati rekan sejawat.
   6. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat
   7. Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
   8. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
   9. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran
  10. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
  11. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
  12. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
  13. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
  14. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya
  15. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya.
  16. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
  17. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
(5) Hubungan Guru dengan Profesi :
   1. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi
   2. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan
   3. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya
   4. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas konsekuensiinya.
   5. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya.
   6. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
   7. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya
   8. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.

(6) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya :
a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya.

g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(7) Hubungan Guru dengan Pemerintah :
a) Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya.
b) Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.
c) Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945.
d) Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e) Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.

Bagian Empat
Pelaksanaan , Pelanggaran, dan sanksi
Pasal 7
(1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kude Etik Guru Indonesia.
(2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
Pasal 8
(1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru.
(2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
(3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat.
Pasal 9
(1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
(2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif
(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
(5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
(6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.














Bagian Lima
Ketentuan Tambahan

Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.

Bagian Enam
Penutup

Pasal 11
(1) Setiap guru secara sungguh-sungguh menghayati,mengamalkan serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.









RUWETNYA MERUMUSKAN KODE ETIK PROFESI GURU
Juni 11, 2007 in My Opinion

Salah satu program kerja 100 hari Mendiknas Bambang Sudibyo adalah pencanangan “Guru Sebagai Profesi”. Hal itu beliau ungkapkan pada 2 Desember 2004, bersamaan dengan peringatan Hari Guru Nasional. Sebagai suatu profesi, guru memerlukan kode etik. Naskah kode etik itu, saat pencanangan tersebut tengah digodok.
 Draf kode etik guru tersebut selain diambil dari kode etik yang sudah dimiliki PGRI dan memperoleh masukan dari para profesor doktor bidang pendidikan, juga dengan membandingkan kode etik yang dimiliki oleh profesi lain. Artinya, secara prosedural penyusunan draf kode etik guru itu sudah sesuai mekanisme kerja yang benar. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa draf itu dapat dikatakan final dan layak untuk disahkan menjadi kode etik guru  ( Darmaningtyas,Kompas, 13 Desember 2004 ).
 Namun, hingga saat ini tampaknya penyusunan draft tersebut belum kelaar juga. Padahal pengesahannya sangat ditunggu banyak pihak, khususnya masyarakat pengguna jasa layanan pendidikan dan, tentunya, para guru itu sendiri. Bagi masyarakat, dengan adanya kode etik guru, mereka akan memperoleh pelayanan pendidikan yang lebih professional dari para guru. Karena, dalam kode etik tersebut akan diatur persyaratan keahlian minimal yang harus dimiliki profesi tersebut. Selain itu, kode etik merupakan janji dari sebuah profesi untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat Dengan demikian mereka tidak perlu merasa khawatir lagi putra-putri mereka  dididik guru-guru yang tidak layak dan asal-asalan.
 Selain itu, masyarakat tidak perlu merasa khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa guru seperti sering terjadi selama ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-guru untuk berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara, mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang merupakan hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi kesempatan untuk menggunakan buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku tersebut saja yang paling bermutu. Dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya pada tahun berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak bisa dipakai oleh kelas berikutnya.
 Model ‘pemerasan lainnya’ guru membuka les privat bagi murid-muridnya, meski hal ini juga sudah ada larangannya. Namun, karena para orang tua takut kalau terjadi apa-apa pada anaknya jika tidak mengikuti les tersebut, maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les tersebut.
 Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada majelis kehormatan yang akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada guru yang melanggar kode etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada guru yang melanggar.
 Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa pekerjaan guru merupakan sebuah profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai sebuah profesi tentu akan meningkatkan salary mereka, sehingga mereka tidak perlu mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk pengembangan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan prestise pekerjaan guru. Bukankah selama ini pekerjaan guru dianggap sebagai pekerjaan yang tidak terlalu membanggakan. Sehingga, lulusan SLTA yang berprestasi merasa malas untuk melanjutkan ke Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Dengan salary yang memadai dan prestise yang baik, diasumsikan akan mendorong anak-anak muda dengan prestasi akademik yang bagus bersedia menerjuni pekerjaan menjadi guru.

Mungkinkah Kode Etik Guru Bisa Fungsional ?
 Bisa jadi pertanyaan di atas terlalu skeptis. Tapi marilah kita simak fakta yang ada. Barangkali untuk meningkatkan salary guru pada taraf yang dianggap memadai tidak terlalu menjadi masalah. Bukankah ke depan pemerintah akan meningkatkan anggaran untuk dunia pendidikan hingga 20% dari total APBN ?
 Barangkali yang akan menjadi dilema adalah tuntutan akan keahlian sebagai satu profesi. Kualitas guru di Indonesia dari beberapa kajian masih dipertanyakan, seperti yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Umar (dalam Adiningsih,: 2002). Mereka memperlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0-100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain, seperti fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Paparan ini menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia, bagimana dapat dikatakan profesional jika penguasaan materi matapelajaran yang diampu masih kurang, dan bagaimana dikatakan profesional jika masih ada 33% guru yang mengajar diluar bidang keahliahanya. Seperti yang diungkap oleh Geist (2002) bahwa Professionals are specialists and experts inside their fields; their expertise is not intended to be necessarily transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or sagacity outside their specialties. ( Agung Haryono,” TANTANGAN PROFESIONALISME GURU EKONOMI DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI”, Jurnal Ekofeum online)
 Bisa saja sebelum sanksi diberlakukan bagi guru-guru yang keahliannya tidak memenuhi standard minimal, mereka diberi waktu untuk meng upgrade diri selama sekian waktu. Tapi perlu diingat, seperti dijelaskan di atas, bahwa dengan gaji yang sekarang ini, banyak guru harus mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Apalagi kalau dilihat guru-guru sekolah swasta, salary-nya masih banyak yang di bawah UMR, masuk akalkah untuk meminta mereka meng upgrade diri ?
 Andai saja dengan ada mukjizat tertentu sehingga membuat pemerintahan SBY mampu menaikkan salary para guru, baik negeri maupun swasta, sampai tingkat memadai, tetapi tetap saja harapan  supaya guru-guru yang ada saat ini meng upgrade diri sampai memiliki keahlian yang memadai juga masih sebagai utopia. Bukankah raw material yang menjadi input LPTK selama ini sebagian besar adalah para lulusan yang bisa dibilang second grade ?
 Lalu kalau standard keahlian yang dipersyaratkan untuk profesi guru tidak tercapai, apakah majelis kehormatan yang akan dibentuk nanti memecati guru-guru yang dianggap tidak memenuhi standard keahlian ?
 Jadi jelas pencanangan “Guru Sebagai Profesi” merupakan kebijakan yang gegabah dari Mendiknas. Barangkali akan lebih realistis jika kebijakan peningkatan mutu guru dimulai dengan meningkatkan salary para guru sesuai dengan kemampuan pemerintah. Setelah itu, perlu dilakukan pelatihan-pelatihan yang lebih intensif dan dengan metode yang lebih baik saehingga membuat guru-guru termotivasi untuk mengembangkan dirinya. Berikutnya, diadakan percepatan usia pensiun untuk guru. Kalau sekarang usia pensiun guru adalah 60 tahun, barangkali bisa dimajukan menjadi 55 tahun. Dengan begitu, akan memberi kesempatan tenaga-tenaga baru untuk terjun di bidang pendidikan, tentu dengan  ini harus dipilih tenaga-tenaga yang memang memiliki keahlian yang memadai.
 Last but not least, dalam proses recruitment harus dibersihkan dari unsur-unsur suap menyuap. Menurut Darmaningtyas dalam artikelnya di atas menyebutkann bahwa proses perekrutan guru calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2004 ini diwarnai dengan suap Rp 20 juta-Rp 75 juta? Menurut hemat penulis, kalau mau membuat program 100 hari yang monumental, realistis, dan jelas indikatornya, hal itu dapat dilakukan dengan mencegah penerimaan guru CPNS dengan menggunakan uang suap sedikit pun. ( Darmaningtyas,Kompas, 13 Desember 2004 ).
 Dengan pemberantasan korupsi saat proses rekruitmen tenaga guru, akan di dapat calon-calon guru yang lebih berkualitas. Guru pun lebih bermartabat karena menjadi guru berkat kemampuannya, bukan karena menyuap pihak lain.
*******



PEMBERDAYAAN GURU DAN DOSEN
A. PENDAHULUAN

Pendidikan di era reformasi menghadapi dua tuntutan. Pertama adalah tutuntan masyarakat terhadap mutu pendidikan yang rendah dan belum relevan dengan perkembangan masyarakat. Kedua, problema dalam meningkatkan kualitas manusia manusia sebagai sumber daya yang berkualitas dan professional.

Posisi guru dan dosen merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Selama ini peran guru dan dosen diperlakukan kurang taat asas dalam arti dinyatakan sebagai sosok yang sangat penting, namun tanpa disertai kesediaan untuk menghargai mereka sebagaimana mestinya.

Bidang pengajaran merupakan salah satu bagian yang integral dari system pendidikan di sekolah maupun di perguruan tinggi, menjadi tanggung jawab guru dan dosen. Mengingat pentingnya peranan terbut, berbagai upaya mempersiapkan guru dan dosen yang professional secara bertahap telah dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), organisasi profesi, departemen terkait, dan lembaga pendidikan lainnya.

Oleh karena itu, dapat difahami bahwa peran dan fungsi pendidik dalam membentuk kepribadian peserta didik untuk menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia, serta menyejahterakan masyarakat, kemajuan Negara dan bangsa.

Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana hakikat guru dan dosen sebagai pendidik dan pengajar, bagaimana prinsip-prinsip professionalitas mereka, apa standar kompetensi, kualifikasi, dan sertifikasinya, apa hak dan kewajiban, bagaimana penerapan kode etik dan pembinaan karir, dan sanksi mereka pada lembaga pendidikan Islam.




B. HAKIKAT GURU DAN DOSEN SEBAGAI PENDIDIK DAN PENGAJAR
1. Pengertian Guru dan Dosen
Di Indonesia guru dan dosen termasuk dalam kelompok pendidik berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pada Bab I tentang Ketentuan Umum, yang berbunyi :
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.[1]
Pada Bab XI tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan pasal 39 ayat 2, dijelaskan bahwa:
Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[2]
Kemudian dalam Undang-Undang Guru dan Dosen pada Bab I pasal 1 ayat 1 dan 2, telah dijelaskan bahwa:
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.[3]
Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pengertian guru dan dosen tidak banyak perbedaannya. Mereka sama-sama pendidik professional dengan tugas utama mendidik dan mengajar. Mungkin jenjang pendidikan formal saja yang membedakannya, guru di sekolah sedangkan dosen di perguruan tingggi.






2. Guru dan Dosen Sebagai Pendidik
Guru dan dosen adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannnya. Oleh karena itu, guru dan dosen harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu. Seperti, bertanggung jawab, berwibawa, mandiri, dan disiplin.[4]
Tanggung jawab seorang guru dan dosen tercermin dari sikap mengetahui dan memahami nilai, norma, dan social, serta berusaha berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut.
Guru dan dosen harus mempunyai wibawa. Hal ini dapat dilihat dari kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, social, dan intelektual pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.
Ketika mengambil suatu keputusan guru dan dosen harus mandiri (indefendent), terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. Jangan hanya menanti perintah dari atasan (kepala sekolah atau rector)
Guru dan dosen juga harus disiplin. Dalam arti mereka harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran professional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik, terutama dalam pembelajaran.
Peranan guru sebagai pendidik dapat dilaksanakan apabila guru memenuhi persyaratan kepribadian. Guru akan mampu mendidik apabila dia mempunyai kestabilan emosi, memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk memajukan peserta didik, bersikap realistis, jujur, terbuka, dan peka terhadap perkembangan, terutama terhadap inovasi pendidikan.[5]
Berdasarkan uraian di atas, maka hakikat guru dan dosen sebagai pendidik harus mempunyai kepribadian yang baik. Seperti berperilaku yang terpuji, memiliki kestabilan emosional dan spiritual. Dengan kata lain, pendidik harus berakhlak yang mulia dalam memberikan contoh kepada peserta didiknya.

3. Guru dan Dosen Sebagai Pengajar
Sehubungan dengan peranan guru sebagai pengajar, maka dia harus menguasai ilmu, antara lain mempunyai pengetahuan yang luas, menguasai bahan pelajaran serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya, menguasai teori dan praktek metode pengajaran, teknologi pendidikan, evaluasi, psikologi belajar, dan lain sebagainya.[6]
Lebih teknis lagi yang dikemukakan oleh Mulyasa tentang beberapa hal yang perlu dilakukan oleh guru dalam pembelajaran, yaitu: membuat ilustrasi; mendefinisikan; menganalisis; mensintesis; bertanya; merespon; mendengarkan; menciptakan kepercayaan; memberikan pandangan yang bervariasi; menyediakan media untuk mengkaji materi standar; menyesuaikan metode pembelajaran; memberikan nada perasaan.[7]
Rumusan tujuan pembelajaran yang sudah dicantumkan di dalam kurikulum formal belum tentu dapat diaktualisasikan tanpa peranan guru dalam pembelajaran di kelas. Hal ini sangat tergantung kepada peranan yang dimainkan oleh guru yang bertindak sebagai “The man behind the gun-nya”.[8]
Khusus bagi dosen, ada tiga tingkatan kewenangan dalam pelaksanaan dharma pendidikan dan pengajaran, yakni: Mandiri; Ditugaskan; dan Membantu. Mandiri adalah dosen yang sudah memilki kewenangan dan tanggung jawab secara penuh dalam praktek pendidikan dan pengajaran. Ditugaskan adalah dosen yang kewenangannya berdasarkan tanggung jawab tenaga pengajar yang lebih senior yang sudah memilki tanggung jawab penuh dalam bidang tugasnya. Sementara membantu adalah dosen yang kewenangannya hanya membantu tenaga pengajar yang lebih senior.[9]
Sebagai pengajar, guru dan dosen harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang materi yang akan diajarkannya, metode, pendekatan, dan teknik juga harus dikuasai. Pengelolaan kelas yang baik dalam pembelajaran menjadi seni ketika guru dan dosen mengajar.

C. PRINSIP-PRINSIP PROFESIONALITAS GURU DAN DOSEN
Afnibar dalam bukunya Memahami Profesi dan Kinerja Guru, dia mengutip pendapat Imran Manan yang menyatakan bahwa:
Profesi adalah Kedudukan atau jabatan yang memerlukan ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh sebagian lewat pendidikan atau perkuliahan yang bersifat teoritis dan disertai dengan praktek, diuji dengan sejenis bentuk ujian baik di universitas atau lembaga yang diberi hak untuk itu dan memberikan kepada orang-orang yang memilikinya (sertifikat, lisence, brevet) suatu kewenangan tertentu dalam hubungannya dengan kliennya.[10]
Selanjutnya, sebagai sebuah profesi pekerjaan tersebut harus mempunyai criteria-kriteria seperti: Pertama, Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. Kedua, Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. Ketiga, Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. Keempat, Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. Kelima, Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Keenam, Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Ketujuh, Memilki klien/objek layanan yang tetap seperti dokter dengan pasiennya atau guru dengan muridnya. Kedelapan, Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.[11]

Dari keterangan di atas, dapat difahami bahwa adanya keterkaitan persyaratan pekerjaan guru sebagai sebuah profesi. Yaitu : Pekerjaan sebagai guru memerlukan pendidikan khusus, hal ini dikelola oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK); Memberi manfaat kepada masyarakat yakni mendidik sumber daya manusia yang berkualitas; Memilki kode etik yaitu kode etik profesi guru; Memilki objek yang jelas yaitu para siswa di sekolah; Melibatkan kegiatan intelektual yaitun dalam proses belajar mengajar; keberadaannya sangat dibutuhkan dab diakui oleh masyarakat dan memilki organisasi profesi, yaitu organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).[12]
Guru adalah jabatan professional yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka harus memenuhi criteria professional sebagai berikut:
1. Fisik, maksudnya adalah guru harus sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai cacat tubuh yang dapat menimbulkan cemoohan atau rasa kasihan dari peserta didik
2. Mental/ Kepribadian, maksudnya adalah guru memiliki kepribadian yang baik; mencintai bangsa dan sesama manusia serta rasa kasih saying kepada peserta didik; berbudi pekerti yang luhur; berjiwa kreatif; mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa; mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi; bersikap terbuka, peka, dan inovatif; menunjukkan rasa cinta kepada profesinya; taat kepada disiplin; dan memilki sense of humor
3. Keilmiahan/Pengetahuan, maksudnya adalah guru harus memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik; memahami, menguasai, dan mencintai ilmu pengetahuan yang diajarkan; memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain; senang membaca buku-buku yang ilmiah; mampu memecahkan persoalan secara sistematis; memahami prinsip-prinsip pembelajaran.
4. Keterampilan, maksudnya adalah guru harus mampu berperan sebagai organisator dan fasilitator; mampu menyusun bahan pembelajaran; mampu melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik sehingga tercapai tujuan pembelajaran; mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan; dan mampu memahami dan melaksanakan kegiatan pendidikan luar sekolah.[13]
Berdasarkan penjelasan di atas, prinsip-prinsip profesionalitas guru dan dosen merupakan profil guru. Keseimbangan antara penguasaan aspek keguruan dan disiplin ilmu harus dimiliki oleh guru yang professional. Oleh karena itu, guru perlu ditempa kepribadiannya dan diasah penguasaan materinya sehingga menjadi tenaga yang professional.




Dalam Undang-undang guru dan dosen dijelaskan tentang prinsip profesionalitas pada pasal 7 ayat 1 yang berbunyi:
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.[14]
Dari sembilan poin prinsip professional dalam Undang-undang di atas, dapat difahami bahwa guru dan dosen harus bekerja menjalankan tugas secara professional. Pemerintah memberikan jaminan perlindungan hukum kepada guru dan dosen ketika ada persoalan dalam menjalankan tugas keprofesionalan di sekolah maupun universitas.

D. KUALIFIKASI, KOMPETENSI, DAN SERTIFIKASI
GURU DAN DOSEN
Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional.
Pengertian kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi di atas merupakan rumusan yang terdapat dalam UU RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Oleh karena itu, guru dan dosen di Indonesia harus memenuhi patuh terhadap apa yang telah diatur dalam undang-undang tersebut.
Profesi guru dan dosen wajib mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, dapat dilihat dalam Undang-undang Guru dan Dosen pada Bab IV pasal 8, 9, 10, 11, 12, dan 13 untuk guru. Kemudian pada Bab V pasal 45,46,47,48, 49, dan 50 untuk dosen.
Kualifikasi akademik guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat.Sedangkan kualifikasi dosen diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. Dengan bahasa lain guru harus menyandang gelar akademik sarjana (S1) dan dosen minimal magister (S2) atau doctor (S3).
Kariyoto dalam Afnibar menyatakan bahwa ada tiga tingkatan kualifikasi professional guru, yaitu: Pertama, Tingkat capable personal, artinya guru diharapkan memiliki pengetahuan dan sikap yang tepat untuk mampu mengelola proses belajar mengajar. Kedua, guru sebagai motivator, yakni memiliki komitmen terhadap pembaharuan dan penyebar ide pembaharuan yang efektif. Ketiga, guru sebagai developer yang memiliki visi yang jauh ke depan dalam menjawab tantangan dunia pendidikan masa depan.[15]
Dilihat dari Ilmu Pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, hendaklah dia bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmaniyahnya, baik akhlaknya, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.[16]
Kompetensi professional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun. Secara teoritis ketiga kompetensi itu mungkin dapat dipisah-pisahkan. Tetapi secara praktis, sesungguhnya ketiganya tidak dapat dipisah-pisahkan atau saling menjalin secara terpadu dalam diri guru. Guru yang terampil mengajar harus memiliki pribadi yang baik dan mampu melakukan pekerjan atau kegiatan social di masyarakat.[17]
Ada sepuluh kompetensi guru dalam melaksanakan tugasnya yaitu: 1). Menguasai bahan. 2). Mampu mengelola program belajar mengajar. 3). Mengelola kelas. 4). Menggunakan media/sumber. 5). Menguasai landasan pendidikan. 6). Mengelola interaksi belajar mengajar. 7). Menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran. 8). Mengenal fungsi dan layanan BP. 9). Mengenal administrasi sekolah. 10). Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.[18]

Dosen yang bermutu ditandai oleh sifat tanggung jawabnya yang tercermin pada perilaku yang rabbaniy, zuhud, ikhlas, sabar, jujur dan kebapakan, dapat mengambil keputusan yang berwibawa secara mandiri dan professional, memiliki keahlian teknis pendidikan, mampu membelajarkan mahasiswa serta menguasai konsep, proses, dan dasar filosofis iptek modern.[19]
Pembinaan dan pengembangan mutu dosen bertolak dari kebijakan mengembangkan kemampuan professional ketenagaan guru meningkatkan mutu layanan akademik dan non-akademik. Tekanannya pada peningkatan keahlian, perluasan wawasan, pembinaan spirit ilmiah, dan pengembangan budaya ilmiah serta kebebasan akademik. Sasaran utamanya adalah peningkatan mutu akdemik dan peningkatan kewenangan akademik. Program utama yang ditempuh dan menjadi temuan penelitian adalah program latihan prajabatan (LPJ); peningkatan keahlian melalui studi lanjut gelar; studi lanjut non-gelar; pengembangan staf melalui pertemuan-pertemuan ilmiah; penataran/loka karya; pengembangan staf melalui peningkatan mutu penelitian; pengembangan staf melalui peningkatan mutu pengabdian kepada masyarakat; dan penugasan-penugasan. [20]
Menurut ketentuan Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogic, maksudnya adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian, maksudnya adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional, maksudnya adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi social, maksudnya adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesame guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.[21]
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas RI) No. 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan, komponen portofolio meliputi: 1). Kualifikasi akademik, 2). Pendidikan dan pelatihan, 3). Pengalaman mengajar, 4). Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, 5). Penilaian dari atasan dan pengawas, 6). Prestasi akademik, 7). Karya pengembangan profesi, 8). Keikutsertaan dalam forum ilmiah, 9). Pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan social, 10). Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru untuk menilai kompetensi guru dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pedagogic dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan kompetensi social dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan pengawas, kompetensi professional dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, dan prestasi akademik. [22]

Dari penjelasan di atas, dapat difahami bahwa hubungan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sangat erat satu dengan yang lainnya. Ketika guru sudah mempunyai kualifikasi dalam akademik, hendaknya guru dan dosen memiliki kompetensi, kemudian kualifikasi dan kompetensi tersebut diukur atau dinilai dari sertifikasi yang dilakukan oleh pemerintah. Proses yang telah dilalui oleh guru dan dosen tersebut akan menghasilkan tenaga yang professional. Keprofesionalan harus ditunjukkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan oleh pemerintah bagi guru dan dosen.

E. HAK DAN KEWAJIBAN/TANGGUNG JAWAB GURU DAN DOSEN
Hak dan kewajiban guru dan dosen sudah diatur dalam pasal 14, 20, 51, dan 60 UU No. 14 Tahun 2005 yang berbunyi:
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam menjalankan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan /atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.


Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dank ode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan; dan
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan
g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban :
a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetisi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. bertindak objektif dan tidak deskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dank ode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Tanggung jawab pendidik sebagai mana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah, mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariatNnya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pertanggung-jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah sebagai mana hadits Rasul.
Artinya :
“ Dari Ibnu Umar r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing bertanggung jawab atas pengembalanya : pemimpin adalah pengembala, suami pengembala terhadap pengembala anggota keluarga, dan istri adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang di antara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang di-gembalanya”. (H R Bukhari dan Muslim)
Karena luasnya ruang lingkup tanggung jawab pendidikan Islam, maka orang tua memiliki keterbatasan dalam mendidik anak. Tanggung jawab tersebut diamanahkan kepada pendidik yang berada di sekolah. [23]
Dari uraian di atas, hak dan kewajiban/ tanggung jawab guru dan dosen sudah berimbang. Kewajiban yang dibebankan kepada guru dan dosen diiringi dengan pemberian hak yang wajar merupakan upaya yang baik dari pemerintah. Tetapi dalam pelaksanaannya hak-hak yang dicantumkan dalam peraturan belum terealisasi sebagaimana mestinya.




F. KODE ETIK DAN PEMBINAAN KARIR GURU DAN DOSEN
Kode etik dalam pasal 43 ayat 2 UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Kongres XIII PGRI pada bulan November 1973 telah ditetapkan AD dan ART, program umum, program kerja organisasi, dan kode etik guru. Hal ini merupakan catatan sejarah bagi para pendidik di Indonesia, karena pada kesempatan itu dinyatakan perubahan eksistensi organisasi dari serikat sekerja menjadi organisasi profesi.[24]
Kode etik merupakan sejumlah nilai-nilai atau norma-norma sebagai suatu kesatuan yang menjadi pedoman sikap dan tingkah laku para pejabat yang memangku keahlian tertentu dalam menjalankan tugas/pekerjaannya sehari-hari.
Kode etik guru pada garis besarnya mengatur hal-hal seperti: Pertama, mengatur hubungan guru dengan murid; Kedua, mengatur hubungan guru dengan teman sekerjanya; Ketiga, mengatur hubungan guru dengan oraang tua dan masyarakat; Keempat, mengatur hubungan guru dengan jabatan atau profesinya, Kelima, mengatur hubungan guru dengan pemerintah.[25]
Kode etik pendidik dalam pendidikan Islam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Kanani yang dikuti oleh Ramayulis adalah menyangkut persyaratan seorang pendidik terdiri atas tiga macam, yaitu: Pertama, yang berkenaan dengan diri pendidik sendiri, persyaratannya terdiri dari sebelas poin. Kedua, persyaratan yang berhubungan dengan pelajaran (paedagogis – didaktis), hal ini terdiri dari dua belas poin. Ketiga, sikap guru di tengah-tengah para muridnya, hal ini terdiri dari sembilan poin.[26]
Tujuan penetapan kode etik guru adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi guru; menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota profesi guru; meningkatkan pengabdian anggota profesi guru dalam pembangunan bangsa dan Negara; meningkatkan kualitas guru; meningkatkan kualitas organisasi profesi guru.[27]
Pembinaan dan pengembangan karier guru dan dosen meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Hal ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan. Semoga apa yang telah direncanakan oleh pemerintah untuk pembinaan dan pengembangan karier dapat direalisasikan dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku.
Analisa yang dapat diungkapkan dalam kode etik dan pembinaan karier guru dan dosen adalah bahwa dengan adanya kode etik dapat menjadi rambu-rambu atau pedoman guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Kode etik tersebut disusun dan ditetapkan oleh organisasi profesi guru. Pembinaan dan pengembangan karier guru dan dosen erat kaitannya dengan pendanaan yang ada, maka dalam hal ini guru dan dosen belum dapat memaksakan kehendak agar pemerintah segera untuk merealisasikannya. Padahal pembinaan akan mempengaruhi keprofesionalan dalam menjalankan tugas mereka.

G. SANKSI-SANKSI JABATAN GURU DAN DOSEN
PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Menurut ketentuan UU RI No. 14 Tahun 2005 dijelaskan sanksi terhadap guru dan dosen yang tidak menjalankan tugas dan kewajibannya pada pasal 77 dan 78 secara bertahap berupa: teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian hak gurudan dosen, penurunan pangkat, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian tidak dengan hormat.
Dalam pendidikan Islam, guru dan dosen telah diberikan amanah oleh orang tua atau wali peserta didik. Oleh karena itu, tugas dan tanggung jawab harus dilaksanakan dengan baik. Tanggung jawab dalam Islam bernilai keagamaan, berarti kelalaian seseorang akan dipertanggungjawabkan di hari akhir. Selain itu juga bernilai keduniawian, berarti kelalaian seseorang dapat dituntut di pengadilan sesuai dengan aturan yang berlaku.[28]
Sanksi yang terberat bagi guru dan dosen adalah sanksi yang diberikan oleh masyarakat. Jabatan atau profesi guru dan dosen sangat mulia di mata masyarakat sebagai pendidik dan pengajar. Kedudukan tersebut dapat berubah menjadi hina ketika guru dan dosen melakukan tindakan yang melanggar aturan agama atau etika yang berlaku dalam masyarakat.

H. PENUTUP
Dari uraian di atas, dapat difahami bahwa keprofesionalan guru dan dosen tercermin dari hakikat sebagai pendidik dan pengajar. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi yang telah diatur melalui undang-undang harus diterima dengan lapang dada oleh guru dan dosen dan dilaksanakan guna mencapai tujuan pendidikan. Kode etik guru merupakan pedoman norma yang mengikat dalam menjalankan tugas keprofesionalan. Sanksi yang diberikan kepada guru dan dosen juga telah diatur berdasarkan undang-undang, namun dalam pendidikan Islam sanksi yang diberikan tidak hanya berkaiatan dengan urusan duniawi saja, tetapi kesalahan tersebut harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Makalah ini belum mencapai kesempurnaan, kesalahan dan kekurangan menjadikan keterbatasan pemakalah. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari peserta diskusi sangat diharapkan untuk kesempurnaan isi makalah ini. Semoga apa yang dilakukan tersebut mendapat ridha dari Allah.




SILABUS MATA KULIAH

Program Studi                                   : SEJARAH
Nama Mata Kuliah                          : Etika Profesi Pendidikan
Jumlah SKS                                         : Dua
Semester                                            : EMPAT
Deskripsi                                             :

Profesi keguruan mempunyai dimensi yang sangat luas mulai dari pemahaman secara mendalam tentang wawasan yang mendasari pergaulan pendidikan antara guru-siswa, penguasaan materi ajar sampai kepada pemahaman tentang latar keadaan (setting). Profesi keguruan mensyaratkan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana belajar dan pembelajaran itu harus disesuaikan dengan perkembangan peserta didik sehingga pendidikan dapat dilaksanakan secara optimal. Guru yang profesional senantiasa menjunjng tinggi kode etik keguruan dan harus.peka terhadap perubahan-perubahan, pembaharuan serta IPTEK yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan jaman. Di sinilah tugas guru untuk senantiasa meningkatkan wawasan keilmuannya sehingga apa yang disampaikan kepada siswanya sesuai dengan kebutuhan stake holder dan up to date. Dalam mata kuliah ini akan dibahas tentang konsep profesi keguruan, sikap profesional keguruan, permasalahan yang dihadapi oleh guru, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran, cara –cara memotivasi siswa dalam belajar, fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah, dan supervisi pendidikan.




Standar Kompetensi                      :
Mahasiswa dapat menguasai dan mampu mengimplementasikan tugas guru secara profesional, memahami kode etik keguruan, memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh guru baik secara umum/ khusus, dan dapat mengembangkan karirnya sebagai guru dengan sebaik-baiknya.
Komponen Dasar
Indikator
Pengalaman Pembelajaran
Materi Ajar
Waktu
Alat/Bahan/Sumber Belajar
Penilaian
Mengidentifikasi konsep profesi keguruan

Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan :
1.   Pengertian dan syarat profesi
2.   Kode etik profesi keguruan
3.   Organisasi profesi keguruan
1.   Mengkaji konsep Profesi keguruan
2.   Mendiskusikan permasalahan kode etik dan organisasi profesi keguruan
1.   Pengertian dan syarat profesi
2.   Kode etik profesi keguruan
3.   Organisasi profesi keguruan
200’
OHP, LCD, Laptop.
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, 1996: 4-20
Soetjipto dan R. Kosasi, Profesi Keguruan, 1994: 13-34
PP No. 19/ 2005.
Portofolio
tes
essay.
Memahami sikap professional keguruan
Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan :
1.   Pengertian profesi keguruan
2.   Sasaran sikap profesional
3.   Pengembangan sikap profesional
4.   Syarat-syarat menjadi guru professional
5.   Guru profesional sebagai komunikator dan fasilitator
Mengkaji dan mendiskusikan syarat-syarat menjadi guru professional dan pengembangannya
1.   Pengertian profesi keguruan
2.   Sasaran sikap professional
3.   Pengembangan sikap professional
4.   Syarat-syarat menjadi guru professional
5.   Guru professional sebagai komunikator dan fasilitator
300’
OHP, LCD, Laptop.
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, 1996: 14-20
Soetjipto dan R. Kosasi, Profesi Keguruan, 1994: 39-51
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implikasi KTSP, 2007: 1-10
Portofolio dan tes essay serta tes obyektif.
1.   Memahami dan memiliki wawasan tentang prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
2.    Memahami dan memiliki wawasan tentang cara-cara memotivasi siswa dalam pembelajaran

Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan :
1.   Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
2.   Cara-cara memotivasi siswa dalam belajar
1.   Mengkaji dan mendiskusikan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
2. Mengkaji dan mendiskusikan tentang cara-cara memotivasi siswa dalam belajar
1. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
2. Cara memotivasi siswa dalam belajar, antara lain: belajar melalui model, belajar kebermaknaan, melakukan interaksi, penyajian yang menarik, temu tokoh, mengulangi kesimpulan materi, dan wisata alam
200’
OHP, LCD, Laptop.
Daryanto, Administrasi Pendidikan, 2006: 62-69
Muhroji dkk, Manajemen Pend., 2002: 49-55
Martinis Yamin, Profesionalisme Guru dan Imple-mentasi KTSP, 2007: 168-178
Portofolio dan tes essay.
Memahami dan memiliki wawasan tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru
Mahasisiwa diharapkan dapat :
1.   Memahami permasalahan yang dihadapi oleh guru baik umum maupun khusus.
2. Membantu memberikan solusi terhadap permasalahan dan hambatan yang dihadapi oleh guru.
Mengkaji dan mendiskusikan tentang permasalahan yang dihadapi oleh guru
Permasalahan yang dihadapi oleh guru baik permasalahan umum maupun khusus
200’
OHP, LCD, Laptop.
Piet Sahertian, Supervisi Pend. 2000: 132-162
A. Samana, Profesionalisme Keguruan, 1994: 109-112
UU No. 14/ 2005
PP No. 19/ 2005.
Portofolio, Proses, Tes Essay dan Obyekif.
Memahami dan memiliki wawasan tentang supervisi, tujuan, teknik, dan metode supervisi serta mampu merencanakan supervisi pend.
Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan:
1.   Supervisi pendidikan.
2.   Tugas supervisor pendidikan.
3.   Tujuan supervisi pendidikan.
4.   Teknik dan metode supervisi serta mampu merencanakan supervisi pendidikan
1.   Mengkaji dan mendiskusikan konsep dan perkembangan supervisi dalam lembaga pendidikan/ sekolah
1.       Pengertian supervisi.
2.       Fungsi dan tujuan supervisi.
3.       Prinsip supervisi
4.       Teknik dan Metode Supervisi
200’
OHP, LCD, Laptop.
Piet Sahertian, Supervisi Pend. 2000: 16-32, 34-53
Daryanto, Adm. Pendidikan, 2006: 169-207
Soetjipto dan R. Kosasi, Profesi Keguruan, 1994: 215-244
Imam Supardi, Dasar-dasar Adm. Pendidikan, 1988: 63-85
Pemberian tugas dan Presentasi makalah
Memahami dan memiliki wawasan tentang konsep kepemimpinan, teori-teori kepemimpinan, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah
Mahasisiwa diharapkan dapat menjelaskan :
1.   Pengertian kepala, pemimpin dan kepemimpinan.
2.   Teori-teori kepemimpinan yang sesuai diterapkan dalam dunia pendidikan.
3.   Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah
Mengkaji dan mendiskusikan konsep kepemimpinan dalam hubungannya dengan lembaga pendidikan/sekolah
1.   Pengertian Kepala, Pemimpin dan Kepemimpinan.
2.   Teori Kepemimpinan Kepala Sekolah
3.   Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah
4.   manajemen penanganan konflik
300’
OHP, LCD, Laptop.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, 2002: 349-369, 429-492
Muhroji dkk.,
Manaj. Pendidikan,
2002: 91-102
Daryanto, Adm. Pendidikan, 2006:
80-92
Pemberian tugas dan Presentasi makalah






PROFESI KEPENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0RmhQhgqFGmwBECzV8mnSy9c_7-BNPQUTV2rcDz5vX_UufifkYkRTS0HYne-894CpOpr4ZqHWHoBl9rSGJDnTkqDWVTJ_Ue-9bP_3wU2AGDrV-JANaGXwuslpJFRqL6zOloeBTLrJolI/s320/teaching.jpgPendidikan sangat penting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan seseorang, keluarga, maupun bangsa dan negara. Maju-mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu. Mengingat sangat pentingnya bagi kehidupan, maka pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil yang diharapkan. Untuk melaksanakan pendidikan harus dimulai dengan pengadaan tenaga pendidikan sampai pada usaha peningkatan mutu tenaga kependidikan. Kemarnpuan guru sebagai tenaga kependidikan, baik secara personal, sosial, maupun profesional, harus benar-benar dipikirkan karena pada dasarnya guru sebagai tenaga kependidikan merupakan tenaga lapangan yang langsung melaksanakan kependidikan dan sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan. Untuk itu, ilmu pendidikan memegang peranan yang sangat penting dan merupakan ilmu yang mempersiapkan tenaga ke pendidikan yang profesional, sebab kemampuan profesional bagi guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar merupakan syarat utama. Ilmu pendidikan merupakan salah satu bidang pengajaran yang harus ditempuh para siswa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam rangka mempersiapkan tenaga guru dan tenaga ahli kependidikan lainnya yang profesional. Seorang guru memerlukan pengetahuan tentang ilmu pendidikan secara general. Itu sebabnya dalam perkembangan kurikulurn terakhir untuk IKIP/FKIP /STKIP, ilmu pendidikan merupakan suatu bidang pengajaran yang pokok-pokoknya meliputi kurikulum, program pengajaran, metodologi pengajaran, media pendidikan, pengelolaan kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi pendidikan.

1.1. Konsepsi Tentang Ilmu Pendidikan

Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu Paedagogie. Paedagogie asal katanya adalah pais dan again yang terjemahannya berarti "bimbingan yang diberikan kepada anak". Orang yang memberikan bimbingan kepada anak disebut paedagog. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie tersebut berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
Bertitik tolak dari pengertian pendidikan di atas, maka ada pendidikan lalu lintas, pendidikan agama, pendidikan keterampilan, dan lain-lain. Di dalam pendidikan lalu lintas, pendidikan agama, da:n pendidikan keterampilan, keterangan tentang lalu lintas, keterangan tentang agama, dan keterangan tentang keterampilan merupakan bahan Yang diberikan dalam perbuatan atau kegiatan mendidik. Melihat uraian di atas, maka yang dimaksud dengan ilmu pendidikan atau paedagogie ialah ilmu yang membicarakan masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan, atau dengan perkataan lain, ilmu pendidikan adalah suatu ilmu yang mempersoalkan pendidikan dan kegiatan mendidik. Persoalan-persoalan pokok yang dibiearakan oleh ilmu pendidikan itu di antaranya adalah apakah pendidikan, untuk apa pendidikan itu, bagaimana cara melaksanakan pendidikan, siapa saja Yang terlibat dalam pendidikan, alat apa saja yang menunjang terhadap pendidikan tersebut. Ilmu pendidikan pada dasarnya adalah suatu program yang inempersilapkan calon guru atau tenaga kependidikan yang profesional. Pengertian ini memberi makna bahwa:
a. Ilmu pendidikan adalah suatu program, yakni sebagai pendidikan profesional.

b. Ilmu pendidikan mempersiapkan calon guru secara profesional.

c. Ilmu pendidikan berada dalam ruang lingkup profesionalisasi tenaga kependidikan.

Telah dikemukakan di atas bahwa ilmu pendidikan mempersoalkan tentang tumbuhnya pendidikan, tentang tujuan pendidikan, alat-alat pendidikan, dan praktek pendidikan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu fungsi ilmu pendidikan adalah menguraikan persoalan-persoalan pokok tentang pendidikan. Uraian mengenai pokok-pokok tentang pendidikan itu amat berguna bagi para pendidik dan calon pendidik. Sebab, dengan pengetahuan tersebut para pendidik dan calon pendidik dibekali dengan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mendidik.
Pengetahuan tentang pendidikan dan ilmu pendidikan tersebut menjadi pedoman, menjadi pengontrol atau pengawas bagi para pendidik dan calon pendidik. Kecuali itu, fungsi ilmu pendidikan adalah untuk pembentuk pribadi para pendidik dan calon pendidik, sebab dengan mempelajari ilmu tersebut, mereka, pendidik dan calon pendidik, dituntut untuk berpikir kritis dan logis, berperasaan tajam dan berkemauan keras. Sebagai suatu program pendidikan profesional, ilmu pendidikan memuat sejumlah bidang pengajaran, terdiri atas konsep dasar kurikulum, program pengajaran, pengelolaan kegiatan belajar-mengajar media pendidikan, penetaian dalam belajar-mengajar, serta pengelolaan kelas. Program ini hirus ditempuh oleh semua siswa calon guru yang mengarah pada pencapaian tujuan institusional, kurikuler, dan instruksional sebagaimana ditetapkan dalam kurikulum.



1.2. Pengertian Profesi

Pada hakikatnya profesi merupakan suatu pernyataan atau suatu janji terbuka [to profess artinya menyatakan], yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Mengenai istilah profesi ini Everett Hughes menjelaskan bahwa istilah profesi merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi perbedaan itu sendiri. (Chandler, 1960). Chandler menjelaskan ciri dari suatu profesi yang dikutipnya dari suatu publikasi yang dikeluarkan oleh British Institute of Management. Disitu dikemukakan ciri suatu profesi, yaitu sebagai berikut: - Suatu profesi menunjukan bahwa orang itu lebih mementingkan layanan kemanusiaan daripada kepentingan pribadi. - Masyarakat mengakui bahwa profesi itu punya status yang tinggi - Praktek profesi itu didasarkan pada suatu penguasaan pengetahuan yang khusus. - Profesi itu selalu ditantang agar orangnya memeliki keaktivan intelektual. - Hak untuk memiliki standar kualifikai profesional ditetapkan dan dijamin oleh kelompok organisasi profesi. Sedangkan menurut Lieberman, ciri suatu profesi itu adalah sebagai berikut: - Suatu profesi menampakkan diri dalam bentuk layanan sosial. [mengutamakan tugas layanan sosial lebih dari pada mencari keuntungan diri sendiri]. - Suatu profesi diperoleh atas dasar sejumlah pengetahuan yang sistematis. - Suatu profesi membutuhkan jangka waktu panjang untuk di didik dan di latih. - Suatu profesi memiliki ciri bahwa seseorang itu punya otonomi yang tinggi. Maksudnya, orang itu memiliki kebebasan akademis di dalam mengungkapkan kernampuan atau keahliannya itu. - Suatu profesi mempunyai kode etik tertentu. - Suatu profesi umumnya juga ditandai oleh adanya pertumbuhan dalam jabatan. Dari kedua pendapat di atas nampaknya berlaku dalam bidang management dan bisnis. Namun berdasrkan dari ciri - ciri tersebut diatas, Chandler mencoba menerapkan ciri - ciri profesi tersebut kedalam bidang pendidikan. karena menurut pendapatnya guru merupakan suatu profesi yang memiliki.ciri sebagai berikut: - Mengutamakan layanan sosial, lebih dari kepentingan pribadi. Memiliki status yang tinggi. - Memiliki pengetahuan yang khusus. Memiliki kegiatan intelektual. - Memiliki hak untuk memperoleh standard kualifikasi profesional. - Mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi. Juga Robert Richey [19621 mengernukakan ciri - ciri guru sebagai suatu profesi, yaitu sebagai berikut: - Adanya kornitmen dari para guru bahwa jabatan itu mengharuskan pengikutnya menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih dari pada mencari keuntungan diri sendiri. - Suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional dalam jangka waktu tertentu. - Harus selalu menambah pengetahuan agar terus menerus bertumbuh dalam jabatannya. - Memiliki kode etik jabatan. - Mernimiliki kemampuan intelektual untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi. - Selalu ingin belajar terus menerus mengenai bidang keahliannya yang ditekuni. - Menjadi anggota dari suatu organisasi profesi. - Jabatan itu dipandang sebagai suatu karier hidup. Seorang guru yang sungguh merasa terpanggil akan memandang jabatannya itu sebagai suatu karier dan telah menyatu dalam jabatannya. Ia punya komitmen dan kepedulian yang tinggi terhadap jabatan itu, punya rasa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi karena tugas itu telah menyatu dengan dirinya. Seoarng ahli sosiolog pendidikan, Eric Hoyle [1971, 80 : 85] dalam bukunya The Role of The Teacher mengemukakan ciri - ciri guru sebagai suatu profesi sebagai berikut: - Hakikat suatu profesi ialah bahwa seseorang itu lebih mengutamakan tugasnya sebagai suatu layanan sosial. - Suatu profesi dilandasi dengan memiliki sejumlah pengetahuan yang sistematis. - Suatu profesi punya otonomi yang tinggi. Artinya, orang itu akan memiliki kebebasan yang besar dalam melakukan tugasnya karena merasa punya tanggung jawab moral yang tinggi. - Suatu profesi dikatakan punya otonom kalau orang itu dapat mengatur sendiri atas tanggung jawabnya sendiri. - Suatu profesi punya kode etik. - Suatu profesi pada umumnya mengalami pertumbuhan terus menerus.


BAB II
GURU YANG PROFESIONAL
2.1. Pengertian Profesional
Pada umumnya orang memberi arti yang sempit teradap pengertian profesional. Profesional sering diartikan sebagai suatu keterampilan teknis yang dimilki seseorang. Misalnya seorang guru dikatakan guru profesional bila guru tersebut memiliki kualitas megajar yang tinggi. Padahal pengertian profesional tidak sesempit itu, namun pengertiannya harus dapat dipandang dari tiga dimensi, yaitu : expert [ ahli ], responsibility [ rasa tanggung jawab ] baik tanggung jawab intelektual maupun moral, dan memiliki rasa kesejawatan.

2.1.1. Expert

Pengertian ahli disini dapat diartikan sebagai ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam tugas mendidik. Seorang guru bisa disebut ahlinya apabila tidak hanya menguasai isi pengajaran yang diajarkan saja, tetapi juga mampu dalam menanamkan konsep mengenai pengetahuan yang diajarkan dan mampu menyampaikan pesan-pesan didik.
Mengajar adalah sarana untuk mendidik, untuk menyampaikan pesan pesan didik. Guru yang ahli memilki pengetahuan tentang cara mengajar [teaching is a knowledge ], juga keterampilan [teaching is skill] dan mengerti bahwa mengajar adalah juga suatu seni [teaching is an art] . Didalam prosesnya kita harus ingat bahwa siswa bukanlah sebuah manusia tetapi merupakan seorang manusia, pengetahuan yang diberikan padanya merupakan bahan untuk membentuk pribadi yang utuh [holistik], membentuk konsep berpikir, sikap jiwa dan menyentuh afeksi yang terdalam. Oleh sebab itu guru tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan terampil saja tetapi harus memiliki seni mengajar. Jadi kesimpulannya guru yang ahli itu disamping memiliki ilmu dan terampil dibidangnya, juga harus memiliki seni mengajar. sehingga dalam proses belajar mengajar mampu menciptakan situasi belaj'ar yang mengandung makna relasi interpersonal sehingga siswa merasa "diorangkan", memiliki jati dirinya.
2.1.2. Responsibility

Pengertian bertanggung jawab menurut teori ilmu mendidik mengandung arti bahwa seseorang mampu memberi pertanggung jawaban dan beresedia untuk diminta pertanggung jawaban.
Tanggung jawab juga mengandung makna sosial, artinya orang yang bertanggung jawab harus mampu memberi pertanggung jawaban terhadap orang lain. Tanggung jawab juga mengandung makna etis artinya tanggung jawab itu merupakan perbuatan yang baik. Dan tanggung jawab juga mengandung makna religius, artinya ia juga harus punya rasa tanggung jawab tehadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Guru yang profesional mempersiapkan diri sematang-matangnya sebelum ia mengajar. la menguasai apa yang diajarkannya dan bertanggung jawab atas semua yang disampaikan dan bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya.
2.1.3. Sense of Belonging/Colleague

Salah satu tugas dari organisasi profesi adalah menciptakan rasa kesejawatan sehingga ada rasa aman dan perlindungan jabatan. Melalu organisasi profesi diciptakan rasa kesejawatan. Semangat korps dikembangkan agar harkat martabat guru dijunjung tinggi, baik oleh guru sendiri maupun masyarakat pada umumnya.
Jadi seseorang bisa disebut sebagai profesional apabila tidak hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis namun harus ahli dibidangnya [expert], memiliki rasa tanggung jawab [responsibility] baik dalam tanggung jawab intelektual maupun tanggung jawab moral dan memiliki rasa kesejawatan.

2.2. Kualifikasi

Berbicara tentang guru yang profesional berarti membicarakan tentang kualifikasi guru. Guru yang profesional punya kualifikasi tertentu. Ada dua kualifikasi yaitu a. kualifikasi personal, b. Kualifikasi profesional.

2.2.1. Kualifikasi Personal.

Ada berbagai ungkapan untuk melukiskan kualifikasi personal guru diantaranya :
1. Guru yang baik Baik disini dalam artian mempunyai sifat moral yang baik seperti ; jujur, setia, sabar, betanggung jawab, tegas, iuwes, ramah, konsisten, berinisiatif dan berwibawa. Jadi guru yang baik itu bila dilengkapi oleh sifat - sifat yang disebutkan di atas. 2. Guru yang berhasil Seorang guru dikatakan berhasil apabila ia di dalam mengajar dapat menunjukan kemampuannya sehingga tujuan - tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai oleh peserta didik. 3. Guru yang efektif. Yang dimaksud dengan guru yang efektif yaitu apabila ia dapat mendayagunakan waktu dan tenaga yang sedikit tetapi dapat mencapai hasil yang banyak. Berarti guru yang pandai menggunakan strategi mengajar dan mampu menerapkan metode - metode mengajar secara berdaya guna dan berhasil guna akan disebut sebagai guru yang efektif.
2.2.2. Kualifikasi Profesional.

Yang dimaksud dengan kualifikasi profesional yaitu kemampuan melakukan tugas mengajar dan mendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan.




2.3. Profesionalisasi
Profesionalisasi adalah suatu proses, pertumbuhan, perawatan dan pemeliharaan untuk mencapai tingkat profesi yang optimal. Dalam hal ini saya kaitkan dengan usaha-usaha pengembangan status jabatan guru sebagai pengajar dan pendidik menjadi guru yang profesional.
Guru itu bagaikan sumber air yang terus menerus mengalir sepanjang kariernya, jika sumber air itu tidak diisi terus menerus maka sumber air itu akan kering. Demikian juga jabatan guru, apabila guru tidak berusaha menambah pengetahuan yang baru, maka mated sajian waktu mengajar akan "gersang". Dalam usaha profesionalisasi ini ada dua motif, yaitu : a. Motif eksternal yaitu pimpinan yang mendorong guru untuk mengikuti penataran, atau kegiatan-kegiatan akademik yang sejenis. Atau ada lembaga pendidikan yang memberi kesempatan bagi guru untuk belajar lagi. Dan ini termasuk in-service education. b. Motif internal yaitu dorongan dari diri guru itu sendiri yang berusaha belajar terus menerus untuk tumbuh dalam jabatannya, baik itu melalui membaca dan mengikuti berita yang berkaitan dengan pendidikan, maupun mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, demi untuk meningkatkan profesinya di bidang pendidikan.
2.4. Tugas Guru

Dalam konsep pendidikan guru, L P T K menegaskan bahwa tugas guru meliputi tugas personal, tugas sosial dan tugas profesional, dengan demikian komponen yang dipersyaratkan juga menyangkut kompentensi personal, kompentensi sosial, dan kompentensi profesional. Dalam bahasan ini kita bahas ketiga tugas guru tersebut.

2.4.1. Tugas personal

Tugas pribadi ini menyangkut pribadi guru, itulah sebabnya setiap guru perlu menatap dirinya dan memaharni konsep dirinya. Guru itu digugu dan ditiru. Dalam bukunya Student teacher in Action, P Wiggens menulis tentang potret diri sebagai pendidik, la menuliskan bahwa seorang guru harus mampu berkaca pada dirinya sendiri. Bila ia berkaca pada dirinya, ia akan melihat bukan satu pribadi, tetapi tiga pribadi yaitu :
- Saya dengan konsep diri saya [ self Concept ] - Saya dengan ide diri saya [ self Idea ] - Saya dengan realita diri saya [ self Reality setelah mengajar guru perlu mengadakan refleksi did. la bertanya pada diri sendiri, apakah ada hasil yang diperoleh dari hasil didiknya ? atau selesai mengajar ia bertanya pada dirinya sendiri apakah siswa mengereti apa yang telah dia ajarkan ?.
2.4.2. Tugas sosial

Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas memanusiakan manusia. Guru punya tugas sosial. Menurut Langeveld, 1955 " Guru adalah seorang penceramah jaman". Lebih seram lagi tulisan Ir, Soekamo tentang " Guru dalam Masa Pembangunan". Dia menyebutkan pentingnya guru dalam masa pembagunan. Tugas guru adalah mengabdi kepada masyarakat. Oleh karena itu tugas guru adalah tugas pelayanan manusia [gogos Humaniora).

2.4.3. Tugas profesional

Sebagai suatu profesi, guru melaksanakan peran profesi [profesional role]. Sebagai peran profesi, guru memiliki kualifikasi profesional, seperti yang telah dikernukakan, kualifikasi profesional itu antara lain ;menguasai pengetahuan yang diharapkan sehingga ia dapat memberi sejumlah pengetahuan kepada siswa dengan hasil yang baik.


2.5. Role of Teacher

Pandangan modern terhadap peran guru dalam pendidikan bukan hanya mendidik dan mengajar saja, tetapi peran guru sangatlah luas (seperti yang diungkapkan oleh Adams & Dickeyyang meliputi;

2.5.1. As Instructor

Guru bertugas memberikan peng jaran di dalarn sekolah (kelas). Iamenyampaikan pelajaran agar murid memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah disampaikan itu. Selain dari itu ia juga berusaha agar terjadi perubahan sikap, keterampil an, kebiasaan, hubungan sosial, apresiasi, dan sebagainya melalui pengajaran yang diberikannya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan itu maka guru perlu memahami sedalam-dalamnya pengetahuan yang akan menjadi tanggung jawabnya dan menguasai dengan baik metode dan teknik mengajar.
2.5.2. As Consellor
Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada murid agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal diri sendiri, dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Murid-murid membutuhkan bantuan guru dalarn hal mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi, kesulitan pendidikan, kesulitan memilih pekerjaan, kesulitan dalam hubungan sosial, dan interpersonal. Karena itu setiap guru perlu memahami dengan baik tentang teknik bimbingan kelompok, penyuluhan individual, teknik mengurnpulkan keterangan, teknik evaluasi, statistik penelitian, psikologi kepribadian, dan psikologi belajar, Harus dipahami bahwa pembimbing yang terdekat dengan murid adalah guru. Karena murid menghadapi masalah di mana guru tak sanggup memberikan bantuan cara memecahkannya, baru. meminta bantuan kepada ahli bimbingan (guidance specialist) untuk memberikan bimbingan kepada anak yang bersangkutan.

2.5.3. As Leader

Sekolah dan kelas adalah suatu organisasi, di mana murid adalah sebagai pemimpinnya. Guru berkewajiban mengadakan supervisi atas kegiatan belajar murid, membuat rencana pengajaran bagi kelasnya, mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya, melakukan manajemen kelas, mengatur disiplin kelas secara demokratis. Dengan kegiatan manajemen ini guru ingin menciptakan lingkungan belajar yang serasi, menyenangkan, dan merangsang dorongan belajar para anggota kelas. Tentu saja peranan sebagai pemimpin menuntut kualifikasi tertentu, antara lain kesanggupan menyelenggarakan kepemimpinan, seperti: merencanakan, melaksanakan, mengorganisasi, mengkoordinasi kegiatan, mengontrol, dan menilai sejauh mana rencana telah terlaksana. Selain dari itu, guru harus punyai jiwa kepemimpinan yang baik, seperti: hubungan sosial, kemampuan berkomunikasi, ketenagaan, ketabahan, humor, tegas, dan bijaksana. Umumnya kepemimpinan secara demokratis lebih baik daripada bentuk kepemimpinan lainnya: otokrasi dan laizzes faire.

2.5.4. As Scientist

Guru dipandang sebagai orang yang paling berpengetahuan. Dia bukan saja berkewajiban menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada murid, tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus-menerus memupuk pengetahuah yang telah dimilikinya. Dalam abad ini, di mana pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat, guru harus mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Banyak cara yang dapat ditakukan, misalnya: belajar sendiri, mengadakan penelitian, menglkuti kursus, mengarang buku, dan membuat tulisan-tulisan ilmiah sehingga peranannya sebagai ilmuwan terlaksana dengan baik.

2.5.5. As Person

Sebagai pribadi setiap guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh murid-muridnya, o1eh orang tua, dan oleh masyarakat. Sifat- sifat itu sangat diperlukan agar ia dapat melaksanakan pengajaran secara efektif. Karena itu guru wajib berusaha memupuk sifat-sifat pribadinya sendiri (intern) dan mengembangkan sifat -sifat pribadi yang disenangi oleh pihak luar (ekstern). Tegasnya bahwa setiap guru perlu sekali memiliki sifat-sifat pribadi, baik untuk kepentingan jabatannya maupun untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai warga negara masyarakat.

2.5.5. As Communicator

Sekolah berdiri di antara dua sisi, yakni di satu pihak mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi, dan kebudayaan yang terus-menerus berkembang dengan pesat, dan di lain pihak ia bertugas menampung aspirasi, masalah, kebutuhan, minat, dan tuntutan masyarakat. Di antara kedua sisi inilah sekolah memegang peranannya sebagai penghubung di mana guru berfungsi sebagai pelaksana. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menghubungkan sekolah dan masyarakat, antara lain dengan public relation, bulletin, pameran, pertemuan-pertemuan berkala, kunjungan ke masyarakat, dan sebagainya. Karena itu keterampilan guru dalam tugas-tugas mi senantiasa perlu dikembangkan.

2.5.6. As Modernisator

Pembaruan di dalam masyarakat terjadi berkat masuknya pengaruh pengaruh dari ilmu dan teknologi modern, yang datang dari negara-negara yang sudah berkembang. Masuknya pengaruh-pengaruh itu, ada yang secara langsung ke dalam masyarakat dan ada yang melalui lembaga pendidikan (sekolah). Guru memegang peranan sebagai pembaharu, oleh karena melalui kegiatan guru penyampaian ilmu dan teknologi, contoh-contoh yang baik dan lain-lain maka akan menanamkan jiwa pembaruan di kalangan murid. Karena sekolah dalam hal ini bertindak sebagai agent-moderniza-tion maka guru harus senantlasa mengikuti usaha-usaha pembaruan di segala bidang dan menyampaikan kepada masyarakat dalam batas-batas kemampuan dan aspirasi masyarakat itu. Hubungan dua arah harus diciptakan oleh guru sedemikian rupa, sehingga usaha pembaruan yang disodorkan kepada masyarakat dapat diterima secara tepat dan dilaksanakan oleh masyarakat secara baik.

2.5.7. As Constructor

Sekolah turut serta memperbaiki masyarakat dengan jalan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan dengan turut melakukan kegiatan-keglatan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh masyarakat itu. Guru baik sebagai pribadi maupun sebagai guru profesional dapat menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk membantu berhasilnya rencana pembangunan masyarakat, seperti: kegiatan keluarga berencana, bimas, koperasi, pembangunanjalan-jalan, dan sebagainya. Partisipasinya di dalam masyarakat akan turut mendorong masyarakat lebih bergairah untuk membangun. Dan di pihak lain akan lebih mengembangkan kualifikasinya sebagai guru.


BAB III
DIMENSI ILMU PENDIDIKAN

3.1. Peran Ilmu Pendidikan

Ilmu pendidikan melaksanakan peranan-peranan sebagaimana diungkapkan oleh Oemar Hamalik:
1. Peranan spesialisasi, yaitu menyediakan materi bidang ilmu dan perangkat pengetahuan yang wajib dikuasai oleh tiap calon, guru. Materi yang disediakan meliputi teori, konsep, generalisasi, prinsip, dan berbagai strategi. Materi yang dimaksud pada gilirannya disajikan dalam proses belajar-mengajar pada lembaga pendidikan guru, terhadap para calon guru yang dipersiapkan untuk mengajar di sekolah dasar atau sekolah tempat ia akan bertugas. 2. Peranan profesionalisasi, yang merupakan alat dalam kerangka sistem penyampaian yang perlu dikuasai oleh setiap calon guru pada umumnya, bagi guru khususnya, dan ilmu pendidikan sekaligus berperan ganda, yakni sebagai sesuatu yang akan disampaikan dan sebagai sistem penyampaian dengan berbagai alternatif pilihan. 3. Peranan personalisasi, yang bersifat membentuk kepribadian guru sebagai warga negara yang baik dan sebagai anggota profesi yang baik. Peranan yang baik didasari oleh aspqk normatif yang dimiliki oleh ilmu pendidikan itu sendiri. 4. Peranan sosial, yang menyediakan kemungkinan bagi guru untuk memberikan pengabdiannya kepada masyarakat dalam bidang ilmu pendidikan. Dalam hal ini, pengabdian dimaksudkan sebagai usaha untuk turut memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat. Keempat peranan tersebut pada hakikatnya berjalan bersama-sama sekaligus, saling berkaitan satu sama lain. Penguasaan spesialisasi ilmu pendidikan sekaligus memberikan petunjuk tentang kemampuan profesional yang dipersyaratkan dalam rangka penyampaiannya kepada calon guru. Sistem penyampaian akan menjadi efektif jika guru tersebut telah meresapi ilmu pendidikan, bila ilmu pmdidikan telah menjadi darah dagingnya sendiri, bahkan sebagai nilai utama yang membentuk kepribadiannya. Di lain pihak, ilmu yang dimilikinya seharusnya memberikan nilai dan manfaat tertentu bagi perbaikani masyarakat dalam arti yang luas. Dengan demikian, penerapan salah satu peranan dapat ditafsirkan sebagai suatu kepincangan dan akan mengurangi makna ilmu pendidikan secara keseluruhan. Selain itu ada pula 4 fungsi dasar pendidikan , yaitu; 1. Pengembangan individu 2. Pengembangan cara berfikir & teknik menyelidiki 3. Pemindahan warisan budaya 4. Pemenuhan kebutuhan sosial yang vital

3.2. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab tujuan akan memberikan arah bagi segala kegiatan pendidikan. Dalam penyusunan suatu kurikulum, perumusan tuJuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau filsafat negara. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara, yakni membentuk manusia seutuhnya berdasarkan ketentuan UUD '45, yang bersumber dari Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia.
Nana Sudjana (1979) menjelaskan bahwa, berdasarkan kajian, tujuan pendidikan dapat,dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu: 1. tujuanjangka parijang (longterm objectives aims), 2. tujuan antara (intermediate objectives), 3. tujuan segera (immediate objectives, specific objectives). Tujuan pendidikan menurut tingkatannya dibedakan menjadi beberapa tujuan, dari tujuan yang bersifat umum sampai kepada tujuan yang bersifat khusus. Tujuan-tujuan yang bersifat khusus Tujuan Institusional dan Tujuan Kurikuler merupakan tujuan antara dalam rangka mencapai tujuan yang lebih umum. Sedangkan Tujuan Instruksional baik TIU maupun TIK, adalah tujuan yang segera dicapai dari suatu pertemuan. 3.2.1. Tujuan Pendidikan Nasional Bersumber dari Pancasila dan UUD '45, dirumuskan oleh pemerintah sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan pendidikan yang lebih khusus. 3.2.2. Tujuan Lembaga Pendidikan (Institusional) Ialah tujuan-tujuan yang harus diemban dan dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Artinya kualifikasi atau kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan studinya pada lembaga pendidikan tersebut. Biasanya tujuan institusional dibedakan menjadi tujuan umurn dan tujuan khusus. Tujuan instruksional adalah tujuan yang paling rendah tingkatannya, sebab yang langsung berhubungan dengan anak didik. Tujuan instruksional berkenaan dengan tujuan setiap perternuan. Artinya, kemarnpuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah ia menyelesaikan pengalaman belajar suatu pertemuan. Tujuan instruksional dibedakan ke dalam dua jenis, yakni tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Perbedaan TIU dan TIK terletak dalam hal perumusannya. TIU dirumuskan dengan kata-kata dan tingkah laku yang bersifat umum, sedangkan TIK menggunakan kata-kata dan tingkah laku yang bersifat khusus, artinya dapat diukur setelah pelajaran itu selesai.



3.3. Isi Rumusan Tujuan Dalam Pendidikan
Isi rumusan tujuan dalam pendidikan harus bersifat komprehensif. Artinya mengandung aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiga aspek ini harus terdapat baik dalam tujuan yang bersifat umum tnaupun tujuan yang bersifat khusus. Dunia pendidikan kita saat ini masih menerima taksonomi tujuan menurut Prof. Dr. Benyamin Bloom, dengan istilah taksonomi tujuan Bloom. Men nurut Bloom, tingkah laku manusia dikategorikan menjadi tiga ranah (matra, domain atau pembidangan), yakni:
a. Ranah (matra) kognitif yang terdiri atas pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. b. Ranah (matra) afektif yang terdiri atas penerimaan, respons, organisasi, evaluasi, dan memberi sifat (karakter)., c. Ranah (matra) psikomotor melalui pentahapan imitasi, spekuIasi, prasisi, artikulasi, dan naturalisasi. Ketiga matra di atas dalam prakteknya tidak bisa dipisahkan satu sama lain, tetapi dapat dibedakan untuk memudahkan pembahasan teoritisnya. Logjkanya ialah bahwa tingkah laku manusia diawali dulu dengan pengetahuan, kemudian -sikap, lalu berbuat.

3.4. Komponen Struktur Program

Komponen berikutnya ialah nfenetapkan struktur dan materi. program pendidikan. Struktur program pendidikan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan lembaga. pendidikan mencakup alokasi waktu yang diberikan untuk setiap bidang studi dalam setiap minggunya. Ada beberapa jenis struktur program pendidikan dalam kurikulum, yaitu:

3.4.1. General Education

Pendidikan umum ialah program pendidikan yang bertujuan membina siswa agar menjadi warga negara yang baik. Sifat pendidikan umum ini adalah wajib diikuti oleh setiap siswa pada semua lembaga pendidikan dan tingkatannya. Bidang studi-bidang studi yang termasuk dalarn kelompok pendidikan umurn misalnya Pendidikan Agama, PMP, Olah Raga-Kesehatan, Kesenian, dan Bahasa Indonesia.

3.4.2. Academic Education

Pendidikan adademik adalah program pendidikan yang ditujukan untuk mencapai pembinaan intelektual sehingga diharapkan memperoleh kualifikasi pengetahuan yang fungsional menurut tuntutan disiplin ilmu masing-masing. Tujuannya ialah untuk memberikan bekal kepada lulusan agar dapat melanjutkan studi ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi. Sifat pendidikan akademik ini permanen dan menggambarkan pola berpikir menurut disiplin ilmu masing-masing. Bidang studi yang termasuk kelompok pendidikan akademik antara lain IPA, IPS, Matematika, dan Bahasa Inggris.

3.4.3. Competency Education

Pendidikan keterampilan adalah program pendidikan yang bertujuan untuk memperoleh kecakapan dan keteramplan tertentu, yang diperlukan anak sebagai bekal hidupnya. di masyarakat.
Sifat pendidikan ini temporer, artinya sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan keperluan. Demikian juga sifatnya elektif, artinya setiap siswa. dapat memilih jalur keterampilan yang diinginkannya. Misalnya keterampilan di bidang jasa, pertanian, perikanan, perbengkelan.
3.4.4. Vocational Education

Pendidikan kejuruan bertujuan mempersiapkan siswa. untuk menyandang keahlian atau pekerjaan tertentu, sesuai dengan jenis sekolah yang ditempuhnya. Pendidikan kejuruan ini lazimnya terdapat pada sekolah-sekolah kejuruan, bukan pada sekolah umum (SLTP dan SMU). Misalnya untuk SMK.




BAB IV
USAHA PENDIDIKAN SEBAGAI SUATU SISTEM
Usaha pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, metiputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Apabila usaha pendidikan hendak dilaksanakan secara terencana dan teratur, maka berbagai elemen dan saling hubungannya perlu dikenali, dikaji, dan dikembangkan hingga mekanisme kerja elemen elemen itu secara menyeluruh, yaitu kegiatan pendidikan, akan dapat membuahkan hasil yang maksimal. Untuk keperluan ini diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu sistem.

4.1. Unsur unsur Suatu Usaha

Suatu usaha menyangkut tiga unsur pokok, yaitu unsur masukan (input) unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha (output). Hubungan ketiga unsur itu dapat digambarkan dalam diagram berikut:
Diagram 1. Unsur unsur Suatu Usaha Masukan (input) adalah bahan mentah yang hendak diolah menjadi hasil tertentu. Misahiya beras adalah masukan untuk diproses memasak guna, menghasilkan nasi. Contoh ini tampaknya sederhana dan mengikuti pola pabrik yang secara mekanis mengolah bahan mentah menjadi hasil olahan. Contoh lain yang tidak terlalu bersifat mekanis seperti itu, misalnya usaha seseorang untuk menulis surat. Yang menjadi masukan dalam usaha menulis surat itu, sedangkan proses penulisan surat ialah kegiatan nyata menulis surat, dan hasil usaha itu ialah surat yang sudah ditulisnya. Dalam peninjauan yang lebih mendalam dikenal adanya masukan dasar dan masukan kealatan (instrumental). Dalam contoh memasak nasi tadi, masukan dasarnya adalah beras. Dari masukan dasar yang berupa beras itu dapat dikaji lebih mendalam, tentang ciriciri beras yang akan dimasak itu, kemampuan mengembangnya bagaimana, cepat basi atau tidak, perlu dicuci atau tidak sebelum dimasak. Berbagai ciri tersebut terlitigkup didalam masukan dasar itu. Masukan kealatan pada umunya mliputi berbagai hal yang terkait di dalam proses usaha. Dalam proses memasak nasi, antara lain kompor atau tungku apa yang dipakai, cara memasak (ditanak atau dikukus), siapa yang memasak itu (misalnya sudah berpengalaman atau belum). Hasil akhir usaha memasak nasl itu ditentukan oleh masukan dasar (dengan berbagai ciri yang ada di dalamnya) dan proses pemasakan (yang dipengaruhi oleh berbagai masukan kealatannya). Pada uraian yang terdahulu telah dikemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai hasil pendidikan. Usaha ini tentulah mencakup ketiga unsur pokok seperti disinggung diatas. Masukan dasar usaha pendidikan ialah anak didik dengan berbagai ciri ciri yang ada pada diri anak didik itu (antara lain) bakat, minat, kemampuan, keadaan jasmani). Dalam. proses pendidikan terkait berbagai hal, seperti pendidik, kurikulum, gedung sekolah, buku metode mengajar, dan lain-lain. Sedangkan hasil pendidikandapat meliputi hasil belajar (yang berupa pengetahuan, sikap, dan/atau keterampilan) setelah selesainya suatu proses belajar mengajar tertentu. Dalam rangka yang lebih besar, hasil proses pendidikan dapat berupa lulusan atau lembaga pendidikan (sekolah) tertentu.

4.2. Pengertian Sistem

Sistem didefinisikan oleh Ryans (1968) sebagai "any identifiable assemblage of elements (obyects, persons, activities, information records, etc.) which are interrelated by generating an observable (or sometimes merely inferable) product".
Dalam definisi tersebut dapat ditarik pengertian di dalam. suatu sistem • elemen elemen yang ada dapat dikenali; • elemen elemen itu saling berkaitan dan kaitan ini adalah yang teratur, tidak sekedar acak; • mekanisme saling berhubungan antar elemen itu merupakan suatu kesatuan organisasi; kesatuart organisasi itu berfungsi dalam mencapai suatu tujuan; berfungsinya organisasi itu membuahkan hasil yang dapat atau setidaknya dapat dikenali adanya.

4.3. Elemen Usaha Pendidikan

Elemen elemen apakah yang ada dalam suatu pendidikan ? Secara cepat dapat dilihat bahwa dalam suatu usaha pendidikan ada anak didik dan pendidik. Dalam proses pendidikan anak didik dan pendidik berinteraksi. Secara sederhana dapat digambarkan sebgai berikut:
Interaksi Gambar 2. Interaksi Pendidik Anak didik Dilihat lebih lanjut, didalam elemen anak didik, pendidik, dan interaksi itu terdapat berbagai elemen lagi yang merupakan. perincian dari ketiga elemen pokok itu. Disamping inti, diluar ktiga elemen tersebut masih dpat dikenah elemen elemen lain yang berperan tertentu dalam usaha pendidikan. Dari elemen anak didik dapar diperinci : jumlah anak didik (seorang saja atau lebih), tingkat perkembangannya, pembawaaannya, tingkat kesiapannya, minat minatnya, aspirasinya, dan sebagainya. Dari elemen pendidik dapat diperinci : umur pendidik, kehadirannya (kehadiran langsung atau tidak langsung, kemampuannya, minat minatnya, wataknya, status resminya (misalnya guru yang sudah diangkat atau tenga sukarela), wibawanya, dan sebagainya. Dari elemen interaksi dapat diperinci : isi interaksi itu, apa yang dilakukan. pendidik apa yang dilakukan anak didik, alat alat yang dipakai, bahasa yang dipakai penampilan anak didik sebagi hasil interaksi, dan sebaginya. Dari elemen elemen lain dapat disebutkan : lingkukangan tenpat tejadinya interaksi (lingkungan fisik, sosial, budaya), tujuan. pendidikan dan umpan balik tejadinya interaksi usaha pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang sifatnya lebih luas akan muncul elemen elemen lain lagi, seperti : pimpinan. sekolah, berbagai sumber daya dan dana, kebijaksanaan dan keputusan baik yang bersifat kependidikan maupun non kependidikan, pengaruh budaya asing, teori teori dan hasil edperimentasi kependidikan, dan. sebagainya. Tinjauan terhadap elemen anak didik, pendidikan dan interaksi keduanya dapat disebut sebagai tinjauan mikro terhadap usaha pendidikan, sedangkan tinajauan niakro menjangkau elemen elemen yang Jebih luas sebagal pendidik, dan bahkan sebagai pengembang usaha pendidikan, guru dan petugas pendidikan lainnya dituntut untuk menganalisis berbagai elemen itu, baik dalam tujuan yang bersifat mikro maupun makro.

4.4. Saling Hubungan antar Elemen

Proses pendidikan terjadi jika elemen elemen yang ada didalarn usaha pendidikan itu bergerak dan saling berhungan. Bergeraknya masing masing elemen itu saja belum cukup, gerak itu harus saling berhubungan yang fungsional, yang merupakan suatu kesatuan organisasi. Ibarat sebuah mobil akan dapat berjalan dengan baik, jika semua elemennya, dari ban (dan juga jalan) sampai sopir (dan juga penumpang) berada dalam kondisi yang baik, bergerak dan menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya masing masing. Apabila salah satu dari elemen mobil ini tidak berfungsi, besar kemungkinan mobil itu tidak akan berjalan dengan baik.
Demikan juga halnya dengan proses pendidikan. Coba bayangkan jika misalnya seorang pendidik telah siap menjalankan usaha pendidikan terhadap usaha seorang anak didik, tetapi anak didik itu tidak menyukai pendidiknya sehingga sikapnya menjadi acuh tak acuh, bahkan menolak untuk berinteraksi dengan pendidik. Dalam. keadaan seperti ini proses pendidikan dpat dikatak gagal. Elemen yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu yang merupakan sebab kegagalan, tampaknya ialah "kesiapan anak didik". Anak didik belum siap memasuki proses pendidikan dengan pendidik itu. Contoh lain : Dalarn memberikan kuliah seorang dosen asyik mengemukakan berbagai bahan yang telah disiapkannya, dan para mahasiswa tampaknya asyik pula menerima penyajian dosen itu. Suasana tenang, hanya suara dosen yang terdengar sambil di sana sini diseling suara gesekan kertas dan goresan pena. Bagaimana pendapat anda tentang proses pendidikan seperti itu ?. Mungkin masih ada orang yang mengatakan bahwa suasana seperti itu menunjukkan keberhasilan dosen yang sedang mengajar itu. Fungsi wibawa dosen berjalan dengan sangat baik. Fungsi mahasiswa pun, sebagai si penerima pelajaran, berjalan dengan baik. Semua berjalan dengan tertib. Terhadap pendapat ”positif” tersebut diatas perlu diajukan berbagai pertanyaan yang menyangkut elemen elemen dan berfungsinya elemen itu dalarn proses pendidikan yang dimaksud. Antara lain : Benarkah sernua mallasiswa mendengarkan dan mengerti apa yang disampaikan o1eh dosen sehingga tidak ada mahasiswa yang bertanya ? Benarkah nialiasiswa sudah siap menerima pelajaran itu dalam arti yang sebernya, tidak sekedar hadir dalam ruangan kuliah ? Mengapa dosen tidak memberikan kesempatan bertanya ? Apakah mahasiswa (dan dosen) men.ganggap bahan bahan yang dikuliahkan itu penting? Apakah bahan itu benar benar penting dalam arti pengembangan kemampuan mahasiswa dan kegunaannya nanti dalam masyarakat ? Apa yang dicatat oleh mahasiswa ? Apakah catatn ini akan berguna, atau hanya, sekedar bahan hafalan ? Apakah meman hafalan itu vang menjadi tujuan pengajaran ? Bagaimana dosen menjelaskan bahwa tujuannya bukanlah sekedar agar mahasiswa menghafal (kalau memang dosen bermaksud demikian)? Mengapa dosen hanya memanfaatkan suaranya. saja dan tidak memakai peralatan lain ? Bagaimana dosen memerikasa bahwa mahasiswa tidak sekedaar menghafal ? Bagaimana dosen menggerakkan mahasiswa belajar di luar jam jam perkuliahan ? apakah jurusan, fakultas, universitas/institut melakukan pembinaan terhadap dosen (dan mahasiswa) sehingga proses yang lebih aka dinamis, kreatif ? Teori pendidikart apa yang sebaiknya. di terapkan untuk usaha seperti ini ? dan sebagainya. Tampaknya. bahwa pertanyaan yang dikemukakan diatas telah menyinggung berbagai elemen dalam rangka. tinjauan yang bersifat mikro (khusus menyangkut interaksi dosen mahasiswa sewaktu proses perkuliahan itu berlangsung) dart berbagai elemen dalam rangka. tinjauan yang bersifat makro (meliputi elemen elemen yang berada. diluar proses berlangsungnya. interaksi dosen mahasiswa itu). Berbagai elemen dan saling hubungan yang fungsional itu perlu disadari oleh para pendidik dan pengembang usaha kependidikan. Saling berhungan antar elemen pokok dalam usaha pendidikan (secara. makro) dapat secara. umum digambarkan sebagai berikut: Anak didik dan pendidik merupakan elemen sentral dalam usaha. pendidikan. Pendidik (dan juga anak didik) memeliki tujuan pendidikan tertentu yang hendaknya di capai untuk kepentingan anak didik. Untak mencapai tujuan ini ada. berbagai sumber yang dapat dimanfaatkan di samping adanya berbagai kendala yang harus dihadapi. Dengan memeprhatikan berbagai sumber dan kendala itu ditetapkan bahan pengajaran dan diusahakan berlangsungnya proses untuk mencapai tujuan itu. proses ini akan membuatkan penampilan anak didik yang biasa. disebut hasil belajar. Hasil belajar ini perlu dinilai dan hasil penilaian yang diperoleh dapat merupakan umpan balik guna. mengkaji kembali berbagai elemen dan saling kaitannya yang terdapat dalam keseluruhan usaha pendidikan itu. Keseluruhan elemen usaha pendidikan ini (mulai dari anak didik dan pendidik sampai kepada. pemanfaatan umpan balik) tidak terlepas dari pengetahuan, teori dan model model usaha pendidikan yang telah dimiliki, disusun dan dicobakan oleh orang (khusunya para ahli) selama ini.

4.5. Pencapaian Tuiuan yang Diinginkan

Adanya suatu sistem selalu berkaitan dengan pencapaian suatu tujuan. Adanya suatu sistem bukanlah untuk sistem itu sendiri melainkan mencapai sesuatu efektif dan efesien.
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai ialah sebagaimana telah disinggung pada bagian sebelumnya. Untuk mencapai tujuan tujuan seperti itu perlulah disusun dan difungsionalkan suatu sistem penyelenggaraan pendidikan yang baik. Berbagai elemen dalam sistem perlu dikenali secara tuntas dan dikembangkan sehingga dapat benar benar berfungsi dengan tepat dan penuh pula. Di sinilah letak pentingnya pendekatan sistem dapat dikenalinya kelemahan masing masing elemen yang berperan dalam keseluruhan usaha pendidikan dan kelemahan dalam saling hubungan antar elemen itu, serta dengan demikian dapat dilakukan perbaikan terhadap kelemahan kelemahan itu dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan secara efektif dan efisien. Jika dirasakan bahwa suatu usaha pendidikan kurang berhasil misalnya, janganlah serta merta keseluruhan usaha itu dianggap jelek sehingga secara keseluruhan perlu diganti dengan yang baru sama sekali. Dalam hal ini pendekatan sistem menasehatkan untuk mempelajari elemen elemen yang ada dalam usaha itu, saling hubungannya dan suasana lain yang mungkin ada sangkut pautnya. Tinjauan seperti ini mungkin akan memperlihatkan hanya sejumlah kecil elemen saja, dan tidak seluruhnya, yang perlu diperbaiki. Atau mungkin hal itu memperlihatkan perlunya sekedar perbaikan hubungan antar beberapa elemen saja (seakan elemen elemen itu sendiri sebenarnya sudah baik). Tidak mustahil pendekatan seperti ini akan menghasilkan keputusan tentang perubahan yang radikal, yaitu apabila sebagian besar elemen pokok temyata tidak mungkin lagi berfungsi secara baik, saling hubungan antar elemen tidak mungkin terlaksana, dan suasana pada umumnya tidak memungkinkan berjalannya mekanisme sistem itu. Dalam keadaan yang seperti ini keseluruhan sistem harus diganti, tidak sekedar memperbaiki elemen elemen tertentu saja. Dengan demikian tampak bahwa peninjauan berdasarkan sistem terhadap usaha usaha pendidikan (baik mikro ataupun makro) dapat menghasilkan keputusan yang berupa pembaharuan atau perbaikan sebagian atau menyeluruh, bertahap atau sekaligus. Keputusan ini dilakukan tidak lain untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan secara maksimal. 4.6. Sistem Pendidikan dalam Kerangka yang Lebih Luas Diatas dikatakan bahwa pendidikan sebagi suatu sistem dapat ditinjau secara mikro maupun makro. Dalam tinjauan yang paling mikro, pendidikan merupakan suatu sistem yang menyangkut seorang anak didik dan seorang pendidik yang sedang terikat dalam suatu suasana pendidikan. Dalam tinjauan yang lebih makro, sistem pendidikan. menyangkut berbagai hal selain anak didik, pendidik, dan interaksi antara keduanya itu, P.H. Coombs (1968) menggambarkan. sistem pendidikan yang lebih makro itu melalui tiga. diagram berikut ini. Diagram 3. Komponen Pokok dalam Sistem Pendidikan Diagram 4. Interaksi antara sisten Pendidikan dan Lingkungannya Diagram 5. Dimensi Internasional dalam Analisis Sistem Diagram 3 memperlihatkan berbagai komponen (yang oleh Ryans disebut elemen pokok yang terdapat di dalam suatu sistem pendidikan. Dalam upaya pendidikan komponen komponen itu saling berinteraksi. Misalnya, dalam, sistem pendidikan itu tujuan dan prioritas ingin diubah, yaitu memasukkan jalur keterampilan pada pendidikan menengah umum. Untuk dapat melaksanakan perubahan ini dituntut perubahan yang cukup mendasar pada komponen komponen yang menyangkut kurikulum, metode mengajar, kelengakapan pengajaran, guru pengelompokan dan kegiatan murid. Secara, ringkas setiap komponen dalam sistem itu dipengaruhi oleh perubahan yang dimaksudkan itu. Demikian juga misalnya jika ingin memasukkan "matematika modern" sebagai pengganti matematika tradisional di sekolah, perubahan perubahan mendasar perlu dilakukan terhadap metode mengajar dan belajar yang pada gilirannya menuntut perubahan pada penjadwalan, peneyediaan perlengkapan pengajaran serta jumlah dan jenis guru yang diperlukan. Tuntutan perubahan yang berantai ini selanjutnya menyangkut pula syarat syarat masukart yang baru serta pada akhimya jumlah dart mutu hasil pendidikan. Perlu dicatat bahwa diagram 3 belum memperlihatkan keseluruhan hal yang perlu. diperhatikan dalam suatu analisis sistem. Diagram 3 hanya memperlihatkan komponen komponen pokok dalam satu sistem saja yang dilepaskan dari lingkungannya. Karena pada dasarnya masyarakatlah yang menyediakan berbagai sarana agar suatu sistem dapat berfungsi, maka sistem sebagaimana digambarkan pada Diagram 3 itu harus diperluas. Masukan dan keluaran pendidikan harus disangkut pautkan dengan usnsur unsur yang di dalam masyarakat. Hal ini akan dapat mengungkapkan berbagai sumber kendala yang membatasi berfungsinya sistem itu yang akhirnya menentukan produktivitas sistem tersebut dalam mewujudkan peranannya untuk masyarakat. Diagram 4 memperlihatkan berbagai masukan ganda yang berasal dari masyarakat ke dalam sistem yang dipersembahkan bagi masyarakat yang akhirnya memberikan berbagai dampak yang berbeda. Selanjutnya, Diagram 5 menambahkan dimensi internasional dalam analisis sistem. Pada diagram ini diperlihatkan adanya komponen masukart yang diimpor dari luar negeri dan komponen hasil yang dieskpor ke luar negeri yang selanjutnya menjadi komponen masukan pada sistem. pendidikan di luar negeri itu.

BAB V
EVALUASI
5.1. Pengertian Evaluasi
Pengevaluasian adalah merupakan proses pembuatan suatu keputusan atau penilaian. Bagi guru, berarti suatu keanekaragaman pengukuran seharusnya terjadi sebelum pembuatan keputusan pengevaluasian. Jika keputusan berdasarkan pada, satu atau dua pengukuran, boleh jadl tidak terefleksikannya secara akurat kemampuan siswa yang diperoleh.
Evaluasi pencapaian belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru/pengajar. Dikatakan kewajiban, karena setiap pengajar pada akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya ataupun kepada siswa itu sendiri, bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan keterampilan-keterampilan inengenai mata ajaran yang telah diberikannya. Perlu ditekankan di sini, bahwa evaluasi pencapaian belajar siswa tidak hanya menyangkut aspek-aspek kognitifnya saja, tetapi juga mengenai aplikasi atau performance, aspek efektif yang menyangkut sikap serta internalisasi nilai-nilai yang perlu ditanamkan dan dibina melalui mata ajaran atau mata kuliah yang telah diberikannya. Tentu saja untuk melaksanakan ini secara. konsekuen bukanlah suatu hal yang mudah. Masih banyak kepincangan yang terjadi di dalam dunia pendidikan kita, baik di lembaga pendidikan dasar dan menengah maupun di lembaga pendidikan tinggi. Pada masa-masa yang lalu, dan bahkan hingga kini, masih banyak terdapat kekeliruan pendapat tentang fungsi penilaian pencapaian belajar siswa. Banyak lembaga pendidikan ataupun pengajar secara sadar atau tidak sadar menganggap fungsi penilaian itu semata-mata sebagai mekanisme untuk menyeleksi siswa/mahasiswa dalam kenaikan kelas atau kenaikan tingkat, dan sebagai alat penyeleksian kelulusan pada akhir tingkat program tertentu. Sedangkan fungsi penilaian yang kita hendaki di samping sebagai alat seleksi dan mengklasifikasi, juga sebagai sarana untuk inembantu pertumbuhan dan perkembangan siswa/mahasiswa secara maksimal. Dengan kata lain, penilaian pencapaian belajar siswa/mahasiswa tidak hanya merupakan suatu proses untuk mengklasifikasikan keberhasilan dan kegagalan dalarn belajar (penilaian sumatif), tetapi juga dan ini sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengajaran (penilaian formatif). Ada dua pandangan yang sangat merugikan efektivitas dan kemurnian fungsi penilaian seperti dimaksud di atas: 1. anggapan bahwa untuk melaksanakan penilaian itu tidak perlu adanya persiapan dan latihan yang eksplisit, sehingga siapa saja dapat melakukannya; 2. anggapan penilaian pencapaian belajar siswa atau mahasiswa merupakan kegiatan yang lepas, atau setidak-tidaknya merupakan kegiatan "penutup" dari proses kegiatan belajarmengajar. Oleh karena itu, khusus dalam bab ini penulis ingin mengemukakan beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar oleh setiap guru, dan sehubungan dengan itu pula adanya pernahaman tentang dua pendekatan di dalam menganalisa dan menginterpretasi hasil tes, yaitu pendekatan norm-referenced evaluation dan criterion-referenced evaluation. Di samping itu, untuk sekedar memberikan bimbingan kepada para guru dan calon guru bagaimana menyusun tes hasil belajar yang baik dalam arti sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan, dalam bab ini juga diuraikan secara singkat langkah-langkah menyusun tes hasil belajar dan cara membuat tabel spesifikasi (semacam blueprint atau kisi-kisi).

5.2. Meta Evaluation

Evaluasi adalah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek (joint committee, 1981). Evaluator tidak dapat bertindak sebagai wasit terhadap orang lain. Ia tidak bisa menghakimi atau nonjudgemental definition of evaluation.
Ada evaluasi yang dilakukan terhadap epaluasi yang sedang berlangsung terhadap program, evaluasi tersebut disebut evaluasi meta. Evaluasi meta dilakukan berdasarkan pengetahuan bahwa evaluasi merupakan pelajaran pengalaman bagi mereka yang terlibat,.sehingga evaluasi dapat dikembangkan selagi dalam proses, dan (dari kantor lain, orang dari bagian lain yang tak ada hubungan langsung dengan proyek yang digarap, tetapi tetap dari departemen atau organisasi yang sama) dapat juga merupakan kesempatan yang baik untuk memperoleh pandangan yang segar. Membentuk tim evaluasi juga akan lebih baik lagi, karena mungkin agak sulit memperoleh waktu dan keahlian hanya dari satu orang saja. Tentu saja para evaluator akan bertambah ahli sehubungan dengan semua kontent dan bidang evaluasi, dan semakin kecil lingkup yang dievaluasi, sehinga bertambah sedikit evaluator meta yang diperlukan untuk evaluasi meta. Menurut Worthen, Blain R & James R. Sanders (1987), orang-orang yang patut melakukan evaluasi meta yaitu: 1. Evaluasi meta dilakukan oleh evaluator sendiri (original evaluator). Evaluator memang tidak dapat dikatakan bebas terhadap personel bias, dan sebaiknya atau disarankan untuk meminta evaluator lain melihat pekerjaan Anda, walaupun hanya kritik dari teman sejawat. Di samping itu, akan lebih baik juga bagi evaluator untuk mengukur pekerjaannya dengan kriteria dari evaluasi meta, daripada tanpa dievaluasi sama sekali. 2. Evaluasi meta dilakukan oleh pemakai evaluasi. Sering dijumpai sponsor, klien, atau pemegang saham lainnya menilai hasil evaluasi tanpa bantuan seorang ahli evaluasi yang profesional. Keberhasilan dalam hal ini tergantung atas kemampuan teknik orang-orang tersebut menilai sampai sejauh mana hasil evaluasi mencapai standar yang telah dirumuskan sebelumnya (seperti pengukuran yang valid, pengukuran analisis informasi kuantitatif). 3. Evaluasi meta dilakukan oleh evaluator ahli. Tampaknya inilah yang terbaik. Satu hal penting harus dipilih, yaitu sebaiknya evaluasi meta dilakukan oleh evaluator ekstemal. Kalau evaluasi akan dipakai untuk memperbaiki atau untuk memutuskan kelanjutan suatu program, maka evaluasi harus baik dan dapat diandalkan. Agar dapat mengetahui apakah evaluasi baik atau buruk, Anda memerlukan sejumlah kriteria atau standar sebagai dasar pertimbangan. Ada beberapa kriteria dan standar yang telah ada untuk menilai evaluasi, yaitu Standard for Evaluations of Educational Programs, and Materials yang dibuat oleh The foint Commettee on Standard for Educational Evaluation. Standar ini digolongkan menjadi tiga puluh standar atas empat domain evaluasi yaitu utility (evaluasi harus berguna dan praktis), feasibility (evaluasi harus realistik dan bijaksana), propriety (evaluasi harus dilakukan dengan legal dan etik), dan accuracy (evaluasi harus secara teknik adekuat).

5.3 Prinsip Dasar Penyusunan Tes

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar, agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau keterampilan siswa yang diharapkan setelah siswa menyelesaikan suatu unit pengaiaran tertentu.
1. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belaiar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Jika tujuan tidak jelas, maka penilaian terhadap hasil belajar pun akan tidak terarah sehingga akhirnya hasil penilaian tidak mencerminkan isi pengetahuan atau keterampilan siswa yang sebenarnya. Dengan kata lain, hasil penilaian menjadi tidak valid, yaitu tidak mengukur apa yang sebenarnya harus diukur. Oleh karena itu, untuk dapat menyusun tes yang baik, setiap guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas, terutama tujuan instruksional khusus (TIK), sehingga memudahkan baginya untuk menyusun soal-soal tes yang relevan untuk mengukur pencapaian tujuan yang telah dirumuskannya. 2. Mengukur sampel yang representatif dari hasil beldiar dan bahan pelajaran yang telah diajarkan. Kita telah mengetahui bahwa bahan pelajaran yang telah diajarkan dalam jangka waktu tertentu baik dalam satu jam perternuan ataupun. beberapa jam perternuan tidak mungkin dapat kita ukur atau kita nilai keseluruhannya. Atau dengan kata lain, tidak mungkin hasil-hasil belajar yang diperoleh siswa dalam jangka waktu tertentu dapat kita ungkapkan seluruhnya. Oleh karena itu, dalam rangka mengevaluasi hasil belajar siswa, kita hanya dapat mengambil beberapa sampel hasil belajar yang dianggap penting dan dapat "mewakili" seluruh performance yang telah diperoleh selama siswa mengikuti suatu unit peilgajaran. Dengan demikian, tes yang kita susun haruslah mencakup soal-soal yang dianggap dapat mewakili seluruh performance hasil belajar siswa, sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan. Makin banyak bahan yang telah diajarkan, makin sulit bagi guru untuk menentukan dan memilih soalsoal tes yang benar-benar representatif. Oleh karena itu pula maka dianjurkan agar penilaian dilakukan secara kontinyu, sedapat mungkin setiap akhir pelajaran atau setiap selesai suatu unit bahan pelajaran tertentu. Di samping itu, untuk dapat menyusun soal-soal tes yang benar-benar merupakan sampel yang representatif dalarn mengukur hasil belajar siswa, guru hendaknya menyusun terlebih dahulu tabel specifikasi (blue-print atau kisi-kisi), yang mernuat perincian Iopik atau sub-topik dari bahan pelaJaran yang telah diajarkan dan penentuan jumlah serta jenis soal yang disesuaikan dengan tujuan khusus dari setiap topik yang bersangkutan. 3. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belaiar yang diinginkan sesuai dengan tujuan. Kita telah mempelajari, bahwa tujuan pengajaran itu bermacam-macam menurut jenis, dan tingkat kesukarannya. Hasil belaJar dari tiap-tiap topik bahan pelajaran tidak selalu sama. Dari Bloom kita mengenal adanya hasil belajar yang berupa pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor); dan ketiga jenis hasil belaJar itu masih dapat diperinci lagi menjadi bermacam-macam kemampuan yang perlu dikembangkan di dalarn setiap pengajaran. (Pelajari kembali Taxonomy of Educational Objectives dari Bloom). Untuk dapat mengukur bermacam-macam performance hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran yang diharapkan, diperlukan kecakapan menyusun berbagai macarn bentuk soal dan alat evaluasi. Untuk mengukur hasil belajar yang berupa keterampilan misalnya, tidak tepat kalau hanya menggunakan soal yang berbentuk tes essay yang jawabannya hanya menguraikan, dan bukan melakukan atau mempraktekkan sesuatu. Demikian pula untuk mengukur kemampuan menganalisa suatu prinsip, tidak cocok jika digunakan bentuk soal obyektif yang hanya menuntut jawaban dengan mengingat atau recall. Setiap jenis alat evaluasi dan setiap macam bentuk soal hanya cocok untuk mengukur suatu jenis kemampuan tertentu. Oleh karena itu, penyusunan suatu tes harus disesuaikan dengan jenis kemampuan hasil belajar yang hendak diukur dengan tes tersebut. 4. Didisain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kita mengenal bermacam-macam kegunaan tes sesuai dengan tujuannya masing-masing. Khususnya di dalam evaluasi pendidikan yang menyangkut evaluasi hasil belajar, sedikitnya kita mengenal empat macam kegunaan tes: a. Tes yang digunakan untuk penentuan penempatan siswa dalam suatu jenjang atau jenis program pendidikan tertentu (placement test); b. Tes yang digunakan untuk mencari umpan balik (feedback) guna memperbaiki proses belajar-mengajar bagi guru maupun siswa (test formatif); c. Tes yang digunakan untuk mengukur atau menilai sampai di mana pencapaian siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan, dan selanjutnya untuk menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan siswa yang bersangkutan (tes sumatif); dan 4. Tes yang bertujuan untuk mencari sebab-sebab kesulitan belajar siswa, seperti latar belakang psikologis, fisik dan lingkungan sosial-ekonomi siswa (tes diagnostik). Masing-masing jenis tes tersebut memiliki karakteristik tertentu, baik bentuk soal, tingkat kesukaran, maupun cara pengolahan dan pendekatannya. Oleh karena itu, penyusun an dan penyelenggaraan tes harus disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya sebagai alat evaluasi yang diinginkan. 5. Dibuat se-reliable mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik. Suatu alat evaluasi dikatakan reliable (dapat diandalkan) jika alat tersebut dapat menghasilkan suatu gambaran (hasil pengukuran) yang benar-benar dapat dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan reliable (memiliki reliabilitas yang tinggi), jika tes itu dilakukan berulang-ulang terhadap obyek yang sama, hasilnya akan tetap sama atau relatif sama. Perlu dikernukakan di sini, bahwa suatu tes yang reliable belum tentu valid; akan tetapi jika tes itu valid, sudah tentu juga reliable. 6. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru. Pada prinsip nomor 4 tersebut di atas telahh diuraikan bahwa salah satu jenis tes adalah tes formatif yaftu tes yang berfungsi untuk mencari umpan balik atau feedback yang berguna dalam ucapan memperbaiki cara mengajar yang dilakukan oleh guru dan cara belajar siswa. Hal ini dijadikan suatu prinsip dalam penyusunan tes hasil belajar, mengingat bahwa hingga kini masih banyak para guru yang memandang tes hasil belajar itu hanya sebagai alat evaluasi tahap akhir saja dari suatu proses belaJar yang dialami siswa selama jangka waktu tertentu, sehingga fungsi formatif dari tes hasil belajar selalu diabaikan. Dengan demikian, sesuai dengan prinsip ini, maka penyusunan dan penyelenggaraan tes hasil belajar yang dilakukan guru, di samping untuk mengukur sampai di.mana keberhasilan siswa dalam belajar (evaluasi sumatif), sebaiknya dipergunakan pula untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri (evaluasi formatif).


5.4 Norm-Referenced dan Criterion- Referenced Tests

Dick dan Carey dalam bukunya The Systematic Design of Instruction menjelaskan pengertian dan perbedaan criterion-referenced test (CRT) dan norm-referenced test (NRT) seperti berikut:
Criterion-referenced test (CRT) ialah tes yang dirancang untuk mengukur seperangkat tujuan yang eksplisit. Dengan kata lain, CRT adalah sekumpulan soal atau items yang secara langsung mengukur tingkah laku-tingkah laku yang dinyatakan di dalam seperangkat tujuan-tujuan behavioral atau performance objectives. Jadi, soal-soal CRT didasarkan pada behavioral objectives tertentu. Tiap soal pada CRT menuntut siswa untuk mendemonstrasikan penampilan yang dinyatakan di dalam tujuan. Ada dua pengertian dalam penggunaan kata criterion dalam ungkapan criterion -referenced test items, yaitu: 1. menunjukkan hubungan antara tujuan-tujuan yang bersifat behavioral atau performance atau penampilan dan soal-soal tes yang dibuatnya. 2. menunjukkan spesifikasi ketetapan penampilan yang dituntut untuk dinyatakan sebagai penguasaan atau mastery. Atau dengan kata lain, sampai batas mana siswa diharapkan dapat menguasai atau dapat menjawab dengan benar tes tersebut, atau sampai berapa jauh siswa harus melakukan keterampilan tertentu untuk dapat dinyatakan mencapai tujuan. Dalam hubungannya dengan proses belajar-mengajar, Dick dan Carey selanjutnya menyatakan adanya empat jenis CRT, yaitu: 1. Entry-behaviors test, yakni suatu tes yang diadakan sebelum suatu program pengaiaran dilaksanakan, dan bertujuan untuk mengetahui sampai batas mana penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki siswa yang dapat dijadikan dasar untuk menerima program pengajaran yang akan diberikan. Dalam hubungannya dengan penyusunan rancangan pengajaran (design of instruction), dari hasil entry behavior test seorang guru/pengajar dapat menetapkan materi instruksional mana yang perlu direvisi dan atau yang tidak perlu diajarkan lagi karena telah dikuasai oleh semua siswa. 2. Pretest, yaitu tes yang diberikan sebelum pengajaran dimulai, dan bertujuan untuk mengetahui sampai di mana penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran (pengetahuan dan keterampilan) yang akan diajarkan. Dalam hal ini fungsi pretest adalah untuk melihat sampai di mana efektivitas pengajaran, setelah hasil pretest tersebut nantinya dibandingkan dengan hasil post-test. 3. Post-test, adalah tes yang diberikan pada setiap akhir program satuan pengajaran. Tujuan post-test ialah untuk mengetahui sampai di mana pencapaian siswa terhadap bahan pengajaran (pengetahuan maupun keterampilan)setelah mengalami suatu kegiatan belajar. Seperti telah dikatakan di atas, jika hasil post-test dibandingkan dengan hasil pretest, maka keduanya berfungsi untuk mengukur sampai sejauh mana aktivitas pelaksanaan program pengajaran. Guru/pengajar dapat mengetahui apakah kegiatan itu berhasil baik atau tidak, dalam arti apakah semua atau sebagian besar tujuan instruksional yang telah dirumuskan telah dapat tercapai. 4. Embedded test, ialah tes yang dilaksanakan di sela-sela atau pada waktu-waktu tertentu selama proses pengajaran berlangsung. Embedded test berfungsi untuk: a. mentes siswa secara langsung sesudah suatu unit pengajaran sebelum post-test, dan merupakan data yang berguna sebagai evaluasi formatif bagi pengaiaran tersebut; b. tujuan kedua adalah berhubungan dengan akhir tiap langkah kegiatan pengajaran, untuk mencek kemajuan siswa, dan jika diperlukan untuk kegiatan remedial sebelum diadakan post-test. Langkah-langkah embedded test dapat dilihat dengan jelas pada program pengaiaran yang dilaksanakan dengan sistem modul. Sedangkan pada sistem pengajaran biasa yang dilakukan dengan ceramah, embedded test biasanya hanya berupa pertanyaan-pertanyaan lisan untuk mengetahui apakah siswa telah memahami pengajaran yang baru saja diberikan, atau berupa pengerjaan tugas-tugas untuk mengetahui sampai di mana penguasaan siswa terhadap suatu unit pengajaran yang baru saja dipelajarinya. Penyusunan norm-referenced test (NRT) berbeda dengan CRT Soal-soal pada NRT tidak ditekankan untuk mengukur penampilan yang eksak dari behavioral objectives. Dengan kata lain, soalsoal pada NRT tidak terutama didasarkan pada pengajaran yang diterima siswa atau pada keterampilan atau tingkah laku yang diidentifikasi sebagai sesuatu yang dianggap relevan bagi belajar siswa. Soal-soal yang dikembangkan untuk NRT sengaja diadministrasikan untuk bermacam-macam siswa dari target populasi. Range atau pencaran skor-skor yang diperoleh dari NRT biasanya diharapkan merupakan kurva normal; dan oleh karena itu maka tes semacam itu disebut norm-referenced. Yang menjadi standar dalam penilaian NRT adalah norma kelompok atau prestasi kelompok. Oleh karena itu maka dalam pengolahannya digunakan mean dan standar deviasi yang diperoleh dari hasil tes kelompok yang bersangkutan. Dari apa yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan, bahwa paling tidak ada tiga perbedaan pokok antara. CRT dan NRT, yaitu berbeda dalam hal: 1. cara tiap jenis tes itu dikembangkan, 2. standar yang digunakan untuk menimbang (men-judge) atau menginterpretasikan hasil tes, dan 3. tujuan untuk apa tes itu disusun dan diadministrasikan. Jika dalam menginterpretasikan, hasil tes seorang siswa dibandingkan dengan hasil-hasil siswa yang lain, atau dengan kata lain dibandingkan dengan prestasi kelompoknya, dikatakan norm-referenced interpretation. Dan jika hasil tes itu tidak dibandingkan dengan hasil siswa-siswa yang lain, tetapi dibandingkan denaan suatu kriteria tertentu - misalnya hasil seorang siswa dibandingkan dengan tujuan instruksional yang seharusnya dicapai maka disebut criterion-referenced interpretation. Jadi, kedua jenis interpretasi itu dapat dilakukan terhadap (satu) tes yang sama. Akan tetapi kedua jenis interpretasi tes itu akan lebih berarti, jika tes itu khusus dirancang sesuai dengan jenis interpretasi yang akan dibuat. Dengan demikian, suatu tes dapat disusun atau dirancang untuk suatu tujuan criterion-referenced. Untuk memberi gambaran yang lebih jelas sehingga dapat inembantu kita dalam menyusun kedua jenis tes tersebut, berikut ini disusun diagram yang menunjukkan persamaan dan perbedaan antara keduanya.(lihat tabel). NO PERSAMAAN PERBEDAAN NORM-REFERENCED CRITERION REFERENCED 1. Menurut spesifikasi tujuan (learning out-comes) Tujuan dinyatakan secara umum atau khusus Cenderung sangat khusus dan mendetail 2. Mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar. - Mencakup rentangan hasil yang luas; - Sedikit item untuk tiap hasil. - Domain hasil (aspek yang diukur) terbatas; - Sejumlah item untuk tiap hasil. 3. Menggunakan berbagai hasil item tes. Item tipe memilih (true-false, multiple choice, dst.) Tidak tergantung kepada item tipe memilih saja. 4. Harus memenuhi syarat-syarat penulisan tes. “Daya Pembeda” diperhatikan Fpeformance siswa lebih ditekankan. 5. Menuntut reabilitas hasil Menggunakan prosedur statistik (variabilitas skor tinggi). Tidak menggunakan prosedur statistik (variabilitas skor rendah), 6. Memiliki kegunaan tertentu Baik untuk placement dan sumatif. Cocok untuk formatif dan diagnostik. Diagram 6. Persamaan dan Perbedaan NORM-REFERENCED dan CRITERION-REFERENCED Mengetahui persamaan dan perbedaan norm-referenced dan criterion-referenced sangat penting bagi guru untuk mencoba rnenyusun kedua tipe tes tersebut.

5.5 Langkah-langkah Menyusun Tes

Dalam merencanakan penyusunan achievement test diperlukan adanya langkah-langkah yang harus diikuti secara sistematis, sehingga dapat diperoleh tes yang lebih efektif. Para ahli penyusun tes maupun para pengajar (classroom teachers) umumnya telah menyepakati langkah4angkah sebagai berikut:
1. Menentukan/merumuskan tujuan tes. 2. Mengidentifikasi hasil-hasil belajar (learning outcomes) yang akan diukur dengan tes itu. 3. Menentukan/menandai hasil-hasil belajar yang spesifik, yang merupakan tingkah laku yang dapat diamati dan sesuai dengan TIK. 4. Memerinci mata pelajaran/bahan pelajaran yang akan diukur dengan tes itu. 5. Menyiapkan tabel spesifikasi (semacam blueprint). 6. Menggunakan tabel spesifikasi tersebut sebagai dasar penyusunan tes. Untuk dapat merumuskan tujuan penyusunan tes dengan baik, seorang guru/pengajar perlu memikirkan apa tipe dan fungsi yang akan disusunnya, sehingga selanjutnya ia dapat menentukan bagaimana karakteristik soal-soal yang akan dibuatnya. Perlu diketahui bahwa tes itu mempunyai beberapa fungsi, tergantung kepada tipe atau kegunaannya. Diagram berikut ini menunjukkan apa tipe dan fungsi tes seria bagaimana ciri-ciri soal-soal: Tipe Tes Fungsi Tes Konsiderasi Sampel Ciri-ciri PLACEMENT Mengukur prekuisit entry skills Menentukan entry peformance tentang tujuan pembelajaran Mencakup tiap-tiap prekuist entry behavior Memilih sampel yang mewakili tujuan pelajaran Item mudah dan criterion referenced Item memiliki range kesukaran yang luas dan norm-referenced FORMATIF Sebagai feedback bagi siswa & guru tentang kemajuan belajar Jika mungkin mencakup semua unit tujuan (yang esensial) Item memadukan kesukaran unit tujuan, dan criterion-referenced DIAGNOSTIK Menentukan kesulitan belajar yang sering muncul Mencakup sampel tugas-tugas yang berdasarkan sumber-sumber kesalahan belajar yang umum Item mudah dan digunakan untuk menunjukan sebab-sebab kesalahan yang spesifik SUMATIF Menentukan kenaikan tingkat/kelas, atau kelulusan pada akhir program pengajaran Memilih sampel tujuan-tujuan pelajaran yang representatif Item memiliki range kesukaran yang luas, dan norm- referenced Diagram 7. Ciri-ciri Empat Tipe Achievement Tests

5.6. Menyusun Tabel Spesifikasi

Selanjutnya, mengenai langkah-langkah perencanaan tes yang dianggap perlu diuraikan lebih lanjut ialah tentang penyusunan tabel spesifikasi.
Tabel spesifikasi (semacam blueprint) diperlukan sebagai dasar atau pedoman dalam membuat soal-soal dalarn penyusunan tes. Di dalam tabel spesifikasi terdapat kolom-kolom dan lajur yang memuat pokok bahasan (unit-unit bahan pelajaran yang telah diajarkan) dan aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan (hasil belajar) yang diharapkan dicapai dari tiap pokok bahasan. Dengan nienggunakan tabel tersebut, guru/pengajar dapat menentukan Junilah dan jenis soal yang diperlukan, sesuai dengan tujuan instruksional dari tiap pokok bahasan. Untuk menentukan besarnya jumlah soal untuk tiap pokok bahasan dan komposisi jumlah soal menurut aspek-aspek pengetahuan dan atau keterampilan yang akan dinilai, tidak ada peraturan yang khusus. Dalam hal ini yang perlu. diperhatikan ialah agar jumlah tersebut merupakan bilangan kelipatan lima atau sepuluh, sehingga dengan demikian memudahkan kita dalam melakukan penskoran. Tentu saja, seperti telah disinggung dalam uraian terdahulu, dalam menentukan jenis soal, guru/pengajar harus selalu menghubungkan dengan tujuan instruksional, baik TIU maupun TIK, dan perbandingan jumlah soal disesuaikan dengan luas dan sempitnya bahan atau materi yang terkandung di dalam setiap pokok bahasan.














DAFTAR PUSTAKA
Allman,S.Audean, et al. Curriculum Development. American Press : Boston.
Bradley, Leo.H.. 1985. Curriculum Ladership and Development Handbook. Prentice Hall.Inc. : New Jersey

Diamond, Robert M. 1989. Designing and Improving Courses and Curricula in Higer Education. Jossey-Bass Inc., Publishers : California.

Gronlund, Norman. E.. 1971. Measurement and Evaluation in Teaching. Macmillan Publishing : New York

Hamalik, Oemar, Prof. Dr.. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara : Jakarta.
Killen, Roy. 1989. Effective Teaching Strategies. Social Science Press : Australia. Kindsvatter,
Richard, et al. 1996. Dynamic of Effective Teaching. Longman Publishers USA : Newyork.

Mudyahardjo, Reza. 2001. Pengantar Pendidikan. P.T Radja Grafindo Persada : Bandung.

Nasution, S., Prof. Dr.,M.A.. 1991. Pengembangan Kurikulum. P.T Citra Aditya Bakti : Bandung.

Oser. F. K. 1986. Moral Education and Values Education: The Discourse Perspective dalam M. C. Wittrock ed. Handbook of Research on Teaching. 3rd edition. New York: Macmillan.

Slattery, Patrick. 1995. Curriculum Development in the Post Modern Era. Grand Publishing. Inc. : New York.

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru : Bandung,
Sukmadinata,
Nana Syaodih, Prof. Dr. H. 2001. Pengembangan Kurikulum. P.T. Remadja Rosdakarya : Bandung.

Sumadi Suryabrata. 1993 . Psikologi Pendidikan. P.T. Grapindo Persada : Jakarta.

Suyanto, Djihad Hisyam. 2000 . Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. P.T. Adicipta : Yogyakarta

Syamsuddin, Abin. 2002. Psikologi Kependidikan. P.T. Remadja Rosda Karya : Bandung.

Tayibnapis, Farida Yusuf, Dr. 2000. Evaluasi Program. Rineka Cipta : Jakarta.

Tilaar. H. A. R., Prof. Dr. M.A. 1993. Manajemen Pendidikan Nasional. P.T. Remadja Rosda Karya : Bandung.

Tirtarahardja, Umar, Prof. Dr. Pengantar Pendidikan. P.T. Rieneka Cipta : Jakarta.

Tyler, Ralph W. 1971. Basic Principles of Curriculum and Instruction. The University of Chicago Press : USA.

Usman, Moch. Uzer. 2000 . Menjadi Guru Profesional. P.T. Remadja Rosdakarya : Bandung.

Wooldridge, Ronald J. 1981. Evaluation of Complex Systems. Jossey-Bass Inc. Publishers : San Fransisco.

Zais, Robert S. 1976. Curriculum ; Principles and Foundation. Haper and Row Publishers Inc. : New York.








WAWASAN PROFESI KEPENDIDIKAN


1. Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, pendidikan, keuangan, militer, dan teknik.
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
II. Ciri Khas Profesi
Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:
1. Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas
2. Suatu teknik intelektual
3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
4. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
6. Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
7. Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
8. Pengakuan sebagai profesi
9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
10. Hubungan yang erat dengan profesi lain
III. Karakteristik Profesi
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:
1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek.
2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
IV. Profesionalisme
Ciri-ciri profesionalisme:
1. Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi
2. Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan
3. Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya
4. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya
V. Guru Sebagai Profesi
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang pendidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenafa profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bhwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai ‘pengajar’ yang melakukan transfer of knowledge tetapi juga sebagai ‘pendidik’ yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai ‘pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks didalam proses belajar mengajar dalam uasahanya untuk mengantar anak didik ketaraf yang dicita-citakan.
Guru menjadi ujung tombak dalam pembangunan pendidikan nasional. Utamanya dalam membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan formal. Guru profesional dan bermartabat menjadi impian kita semua karena akan melahirkan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif, demokratis, dan berakhlak. Guru profesional dan bermartabat memberikan teladan bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat. Sertifikasi guru mendulang harapan agar terwujudnya impian tersebut. Perwujudan impian ini tidak seperti membalik telapak tangan. Karena itu, perlu kerja keras dan sinergi dari semua pihak yakni, pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan guru.
VI. Persyaratan Guru
Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dari manusia-manusia lain pada umunya. Adapun syarat-syarat menjadi guru yaitu:
1. Persyaratan Administratife
Syarat-syarat administrative ini antara lain meliputi: soal kewarganegaraan (warga Negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan. Disamping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan yang ada.
2. Persyaratan Tekhnis
Dalam persyaratan tekhnis ini ada yang bersifat formal yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memilik ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar. Kemudian starat-syarat yang lain adalah menguasai cara dan tekhnik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan atau pengajaran.
3. Persyaratan Psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memilik jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memilik jiwa pengabdian. Disamping itu, guru juga dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tetapi juga memilik pandangan yang mendasar dan filosofis. Guru juga harus mematuhi norma dan nilaiyang berlaku serta memiliki semangat membangun. Inilah pentingnya bahwa guru harus memilikpanggilan hati nurani untuk mengabdi demi anak didik.
4. Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memilik cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memilik gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selaluu dilihat atau diamati dan bahkan dinilai oleh para siswa atau anak.
Dari berbagai persyaratan yang telah dikemukakan diatas, menunjukkan bahwa guru menempati bagian ‘tersendiri’ dengan berbagai cirri kekhususannya, apalagi kalau dikaitkan dengan tugas keprofesiannya. Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spectrum yang lebih luas, yakni guru harus:
• Memiliki kemampuan profesional
• Memiliki kapasitas intelektual
• Memiliki sifat edukasi sosial
Ketiga syarat kemampuan itu diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru disekolah dan pemimpin di masyarakat. Untuk itu diperlukan kedewasaan dan kematangan diri guru itu sendiri. Dengan kata lain bahwa ketiga syarat kemampuan tersebut perlu dihubungkan dengan tingkat kedewasaan dari seorang guru.
VII. Guru Sebagai Tenaga Profesional
Berbicara soal kedudukan guru sebagai tenaga profesional, akan lebih tepat kalau diketahui terlebih dahulu mengenai maksud kata profesi. Pengertian profesi itu memiki banyak konotasi, salah satu diantaranya tenaga kependidikan, termasuk guru. Secara umum, profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalamscience dan tekhnologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental dari pada yang bersifat manual work. Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan tekhnik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain.
Seorang pekerja profesional, khususny6a guru dapat dibedakan dari seorang tekhnisi, karena disamping menguasai sejumlah tekhnik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya.
Hal ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru harus memilki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakn pekerjaannya. Kalau kompetisi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan sedang kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional kependidikan ditandai dengan serentetan diagnosis, rediagnosis dan penyesuaian yang terus menerus. Dalam hal ini disamping kecermatan untuk menetukan langkah, guru harus juga sabar, ulet dan telaten serta tanggap terhadap setiap kondisi sehingga diakhir pekerjaannya akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan.
Menurut Westby dan Gibson, cirri-ciri keprofesian di bidang kependidikan sebagai berikut:
a. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan hanya dipekerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi.
b. Memiliki sekumpulan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Sebagai contoh misalnya profesi dibidang kedokteran, harus pula mempelajari anatomi, bakteriologi dan sebagainya. Juga profesi dibidang keguruan misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dll.
c. Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis, sebelum orang itu dapat melaksanakan pekerjaan profesional.
d. Memilki mekanisme untuk menyaring sehingga orang yang berkompeten saja yang diperbolehkan bekerja.
e. Memilki organisasi profesional untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.
VII.Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memilki “kepribadian guru”, dengan segala cirri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru seseorang harus memilki kepribadian.
Sebagai seorang pendidik, guru harus memenuhi beberapa syarat khusus. Untuk mengajar ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula seperangkat latihan ketrampilan keguruan dan pada kondisi tiu pula ia belajar memersonalisasikan beberapa sikap keguruan yang diperlukan.
Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan “pengajar” sering kali akan melakukan pekerjaan bimbingan, misalnya bimbingan belajar, bimbingan tentang sesuatu ketrampilan dan sebagainya, jadi yang jelas dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan “bimbingan” sebagai yang tidak dapat dipisahkan.


DAFTAR PUSTAKA

Gronlund, Norman. E.. 1971. Measurement and Evaluation in Teaching. Macmillan Publishing : New York
Hamalik, Oemar, Prof. Dr.. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara : Jakarta. Killen, Roy. 1989. Effective Teaching Strategies. Social Science Press : Australia. Kindsvatter,
Mudyahardjo, Reza. 2001. Pengantar Pendidikan. P.T Radja Grafindo Persada : Bandung.
Nasution, S., Prof. Dr.,M.A.. 1991. Pengembangan Kurikulum. P.T Citra Aditya Bakti : Bandung.
Oser. F. K. 1986. Moral Education and Values Education: The Discourse Perspective dalam M. C. Wittrock ed. Handbook of Research on Teaching. 3rd edition. New York: Macmillan
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru : Bandung, Sukmadinata,
Nana Syaodih, Prof. Dr. H. 2001. Pengembangan Kurikulum. P.T. Remadja Rosdakarya : Bandung.
Sumadi Suryabrata. 1993 . Psikologi Pendidikan. P.T. Grapindo Persada : Jakarta.
Suyanto, Djihad Hisyam. 2000 . Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. P.T. Adicipta : Yogyakarta
Syamsuddin, Abin. 2002. Psikologi Kependidikan. P.T. Remadja Rosda Karya : Bandung.
Tayibnapis, Farida Yusuf, Dr. 2000. Evaluasi Program. Rineka Cipta : Jakarta.
Tilaar. H. A. R., Prof. Dr. M.A. 1993. Manajemen Pendidikan Nasional. P.T. Remadja Rosda Karya : Bandung.
Tirtarahardja, Umar, Prof. Dr. Pengantar Pendidikan. P.T. Rieneka Cipta : Jakarta.





















PENDIDIKAN BERMUTU DI SEKOLAH
M.Ihsan Dacholfany M.Ed

I.Pendahaluan
Pemahaman dan pandangan tentang mutu pendidikan selama ini sangat beragam. Orangtua memandang pendidikan yang bermutu sebagai lembaga pendidikan yang megah, gedung sekolah yang kokoh dengan genting yang memerah bata, taman sekolah yang indah, dan seterusnya. Para ilmuwan memandang pendidikan bermutu sebagai sekolah yang siswanya banyak menjadi pemenang dalam berbagai lomba atau olimpiade di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Repatriat mempunyai pandangan yang berbeda lagi. Sekolah yang bermutu adalah sekolah yang memberikan mata pelajaran bahasa asing bagi anak-anaknya. Orang kaya tentu memiliki pandangan yang berbeda pula. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang diperoleh anaknya dengan membayar uang sekolah yang setinggi langit untuk memperoleh berbagai paket kegiatan ekstrakurikuler. Berbagai predikat lembaga pendidikan sekolah telah lahir, seperti sekolah favorit, sekolah unggulan, sekolah plus, kelas unggulan. Ada pula berbagai predikat lembaga pendidikan yang juga muncul bak jamur di musim penghujan, seperti boarding school, full day school, sekolah nasional berwawasan internasional, sekolah alam, dan sekolah berwawasan internasional. Semua sebutan itu tidak lain untuk menunjukkan aspek mutu pendidikan yang akan diraihnya.
II. Pengertian Pendidikan Bermutu
Sesungguhnya pendidikan yang bermutu tersebut, Dalam tulisan singkat ini akan dijelaskan secara sekilas tentang pandangan UNESCO tentang beberapa dimensi mutu pendidikan. Uraian tentang dimensi mutu pendidikan itu tertuang dalam buku EFA Global Monitoring Report 2009 atau Laporan Pemantauan Global Pendidikan Untuk Semua. Setiap tahun, UNESCO menerbitkan laporan tentang perkembangan pendidikan, baik pendidikan formal dan pendidikan informal, di berbagai belahan dunia.
Dalam bentuk diagramtis dimensi mutu pendidikan digambarkan sebagai berikut :


III. Lima a dimensi yang terkait dengan mutu pendidikan.
I. Karakteristik pembelajar (learner characteristics)
Dimensi ini sering disebut sebagai masukan (inputs) atau malah masukan kasar (raw inputs) dalam teori fungsi produksi (production function theory), yaitu peserta didik atau pembelajar dengan berbagai latar belakangnya, seperti pengetahuan (aptitude), kemauan dan semangat untuk belajar (perseverance), kesiapan untuk bersekolah (school readiness), pengetahuan siap sebelum masuk sekolah (prior knowledge), dan hambatan untuk pembelajaran (barriers to learning) terutama bagi anak luar biasa. Banyak factor latar belakang peserta didik yang sangat mempengaruhi mutu pendidikan di negeri ini. Banyak anak usia sekolah yang tidak didukung oleh kondisi yang kondusif, misalnya peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu, keluarga pecah (broken home), kesehatan lingkungan, pola asuh anak usia dini, dan faktor-faktor lain-lainnya. Dimensi ini menjadi faktor awal yang mempengaruhi mutu pendidikan.
2. Pengupayaan masukan (enabling inputs)
Ada dua macam masukan yang akan mempengaruhi mutu pendidikan yang dihasilkan, yaitu :
a. sumber daya manusia dan
b. sumber daya fisikal.
Guru atau pendidik, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan lain menjadi sumber daya manusia (human resources) yang akan mempengaruhi mutu hasil belajar siswa (outcomes). Proses belajar mengajar tidak dapat berlangung dengan nyaman dan aman jika fasilitas belajar, seperti gedung sekolah, ruang kelas, buku dan bahan ajar lainnya (learning materials), media dan alat peraga yang dapat diupayakan oleh sekolah, termasuk perpustakaan dan laboratorium, bahkan juga kantin sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya, seperti buku pelajaran dan kurikulum yang digunakan di sekolah. Semua itu dikenal sebagai infrastruktur fisikal (physical infrastructure atau facilities). Singkat kata, mutu SDM yang tersedia di sekolah dan mutu fasilitas sekolah merupakan dua macam masukan yang sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
3. Proses belajar-mengajar (teaching and learning)
Dimensi ketiga ini sering disebut sebagai kotak hitam (black box) masalah pendidikan. Dalam kotak hitam ini terdapat tiga komponen utama pendidikan yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, yaitu peserta didik, pendidik, dan kurikulum. Tanpa peserta didik, siapa yang akan diajar? Tanpa pendidik, siapa yang akan mengajar, dan tanpa kurikulum, bahan apa yang akan diajarkan? Oleh karena itu mutu proses belajar mengajar, atau mutu interaksi edukatif yang terjadi di ruang kelas, menjadi faktor yang amat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Efektivitas proses belajar-mengajar dipengaruhi oleh: (1) lama waktu belajar, (2) metode mengajar yang digunakan, (3) penilaian, umpan balik, bentuk penghargaan bagi peserta didik, dan (4) jumlah peserta didik dalam satu kelas.
Ruang kelas di Indonesia sangat kering dengan media dan alat peraga. Pakar pendidikan, Dr. Arif Rahman, M.Pd. sering menyebutkan bahwa ruang kelas kita ibarat menjadi penjara bagi anak-anak. Jika diumumkan ada rapat dewan pendidik, dalam arti tidak ada kelas, maka bersoraklah para siswa, ibarat keluar dari pintu penjara tersebut. Sesungguhnya, di sinilah kelemahan terbesar pendidikan di negeri ini. Proses belajar mengajar di ruang kelas kita sangat kering dari penggunaan teknik penguatan (reinforcement), kering dari penggunaan media dan alat peraga yang menyenangkan. Dampaknya, dapat diterka, yaitu hasil belajar yang belum memenuhi standar mutu yang ditentukan. Sentral permasalahan lemahnya proses belajar mengajar di dalam kelas ini, sebenarnya sudah diketahui, yakni kualifikasi dan kompetensi guru.
Setengah guru kita belum memenuhi standar kualifikasi. Apalagi dengan standar kompetensinya. Timbullah istilah ‘guru tak layak’. Belum lagi dengan masalah kesejahteraannya. Ada pendapat yang menyatakan bahwa semua masalah bersumber dari masalah kesejahteraan. Memang, kesejahteraan guru menjadi salah satu syarat agar guru dapat disebut sebagai profesi, selain (1) memerlukan keahlian, (2) keahlian itu diperoleh dari proses pendidikan dan pelatihan, (3) keahlian itu diperlukan masyarakat, (4) punya organisasi profesi, (5) keahlian yang dimiliki dibayar dengan gaji yang memadai (Suparlan, 2006).
4. hasil belajar (outcomes)
Hasil belajar adalah sasaran yang diharapkan oleh semua pihak. Di sini memang terjadi perbedaan harapan dari pihak-pihak tersebut. Pihak dunia usaha dan industri (DUDI) mengharapkan lulusan yang siap pakai. Pendidikan kejuruan dipacu agar dapat memenuhi harapan ini. Sedang pihak praktisi pendidikan pada umumnya cukup berharap lulusan yang siap latih. Alasannya, agar DUDI dapat memberikan peran lebih besar lagi dalam memberikan pelatihan.
Setidaknya, semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menghasilkan lulusan yang dapat membaca dan menulis (literacy), berhitung (numeracy), dan kecakapan hidup (life skills) Ini memang pasti. Selain itu, peserta didik harus memiliki kecerdasan emosional dan sosial (emotional dan social intelligences), nilai-nilai lain yang diperlukan masyarakat. Terkait dengan berbagai macam kecerdasan, Howard Gardner menegaskan bahwa “satu-satunya sumbangan paling penting untuk perkembangan anak adalah membantunya untuk menemukan bidang yang paling cocok dengan bakatnya” (Daniel Goleman, 2002: 49, dalam Suparlan, 2004: 39). Hasil belajar yang akan dicapai sesungguhnya yang sesuai dengan potensinya, sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta sesuai dengan tipe kecerdasannya, di samping juga nilai-nilai kehidupan (values) yang diperlukan untuk memeliharan dan menstransformasikan budaya dan kepribadian bangsa. Dalam perspektif psikologi pendidikan dikenal sebagai ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam perspektif sosial dikenal dengan istilah 3H (head, heart, hand). Tokoh pendidikan dari Minang mengingatkan bahwa “Dari pohon rambutan jangan diminta berbuah mangga, tapi jadikanlah setiap pohon mangga itu menghasilkan buah mangga yang manis” (Muhammad Sjafei, INS). Semua itu pada dadarnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional “…. berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
5. konteks (contexts) atau lingkungan (environments)
Keempat dimensi yang telah dijelaskan tersebut saling pengaruh-mempengaruhi dengan konteks (contexts) atau lingkungan (environments) yang meliputi berbagai aspek alam, sosial, ekonomi, dan budaya, sebagai berikut:
• Economics and labour market conditions in the community atau kondisi pasar ekonomi dan pasar dalam masyarakat.
• Socio-cultural and religious factors atau faktor religius dan sosip-kultural.
• Educational knowledge and support infrastructure atau pengetahuan dan infrastruktur yang mendukung dunia pendidikan.
• Public resources available for education atau ketersediaan sumber-sumber masyarakat untuk pendidikan.
• Competitiveness of the teaching profession on the labour market atau daya saing profesi mengajar pada pasar tenaga kerja.
• National governance and management strategies atau strategi manajemen dan tata kelola pemerintahan.
• Philosophical standpoint of teacher and learner atau pandangan filosofis guru dan peserta didik.
• Peer effects atau pengaruh teman sebaya.
• Parental support atau dukungan orangtua atau keluarga.
• Time available for schooling and home works atau ketersediaan waktu untuk sekolah dan PR.
• National standards atau standar-standar nasional.
• Public expectations atau harapan masyarakat.
• Labour market demands permintaan pasar tenaga kerja.
• Globalization atau globalisasi.
Pada awalnya, peran orangtua (rumah) dan keluarga belum dipandang sebagai dimensi yang benar-benar berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Sekarang dukungan orangtua menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Dalam kajian tentang sekolah efektif (effective school), dukungan orangtua siswa dan masyarakat menjadi salah satu faktor dalam sekolah efektif.
Salah satu faktor sekolah efektif dikenal sebagai ‘keterlibatan orangtua’, ‘dukungan orangtua’, ‘keterlibatan orangtua-msyarakat’, atau ‘hubungan keluarga-sekolah’. Dari beberapa faktor sekolah efektif tersebut, hasil studi di negara maju menunjukkan adanya lima faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas suatu sekolah (EFA Global Monitoring Report 2005, hal. 66), yaitu:
1. strong eduational leadership -> terkait dengan pendidik dan tenaga kependidikan (masukan);
2. emphasis on acquiring basic skills -> terkait dengan kurikulum (masukan;
3. an orderly and secure environment -> terkait dengan konteks (lingkungan);
4. high expectations of pupil attainment -> terkait dengan peserta didik (masukan kasar);
5. frequent assessment of pupil progress -> terkait dengan proses belajar-mengajar (proses).
Apabila dikaitkan antara kelima faktor sekolah efektif tersebu dengan lima dimensi mutu pendidikan yang telah dijelaskan sebelumnya, tampak nyata bahwa kelima faktor tersebut dalam tulisan ini juga dikenal sebagai dimensi-dimensi mutu pendidikan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sekolah efektif tidak lain dan tidak bukan adalah juga sebutan untuk pendidikan yang bermutu. Sudah tentu juga ditambah dengan faktor-faktor sekolah efektif lainnya, termasuk peran dan dukungan orangtua dan masyarakat, yang diwadahi dalam lembaga yang dikenal dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di muka, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) mutu pendidikan memiliki lima dimensi yang saling terkait, (2) lima dimensi mutu pendidikan pada hakikatnya juga merupakan faktor-faktor yang membentuk sekolah efektif, (3) sekolah yang efektif, dengan kata lain, dapat disebut sebagai sekolah yang bermutu, (3) dukungan orangtua dan masyarakat terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan disalurkan melalui wadah lembaga sosial yang kini dikenal dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Bahan Pustaka
Dedi Supriadi (Ed.). 2003. Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan, dan Perjuangannya Sejak Zaman Penjajahan Hingga Era Reformasi. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan.
Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia.
Suparlan. 2004. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Dari Konsepsi Sampai Dengan Implementasi. Yogyakarta: Hikayat.
Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat.
Suparlan. 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar