Senin, 19 September 2011

TUGAS GEOGRAFI KELAS X- B

Petunjuk: Tulis nama dan kelas
Tugas:
1. berikan contoh prinsif geografi dari ke 4 (empat prinsip geografi).....


Selamat mengerjakan......!!!!

TUGAS GEOGRAFI KELAS X-A

PETUNJUK: Tulis nama dan kelas..
tugasnya:
1. berikan contoh dari ke 4 prinsif geografi......................!!!

Selamat mengerjakan!

Jumat, 19 Agustus 2011

FILSAFAT DAN PENDIDIKAN



Bab I
FILSAFAT ILMU
1.1. Filsafat
 Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu  philosophy, adapun istilah
filsafat berasal dari bahasa Yunani,  philosophia, yang terdiri atas dua
kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia
(hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau
kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam
pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi
yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang
dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia
filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia
juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.
 Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka
sophist (kaum sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan
persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah
yang keliru dalam  kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami 2
reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan. Socrates karena
kerendahan hati dan menghindarkan diri dari pengidentifikasian dengan
kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan seorang sofis
(cendekiawan). Oleh karena itu istilah filosof tidak pakai orang sebelum
Socrates (Muthahhari, 2002). 
 Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang
dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni,
filsafat teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu
pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan
astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan
dan metafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2)
urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik.
 Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami
segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat
merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka proses yang
dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan
mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu
informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau
ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik
tertentu (Takwin, 2001).
 Defenisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah
falsafi pula. Menurut para ahli logika ketika seseorang menanyakan
pengertian (defenisi/hakikat) sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya
tentang macam-macam perkara. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa
“falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang didalami tidak dengan
melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi
dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan
akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah
dialektika. Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah
bentuk daripada dialog.
 Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut
kalangan filosof adalah:3
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik
serta lengkap tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara
nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan
sumber daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan
pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang
pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa
yang Anda katakan dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.
 Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang
bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles
(382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan filosof
lainnya Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua
ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan
keinginan untuk mendapatkannya.
Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala
pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok
penyelidikannya. Sedangkan Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat
filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4 persoalan:
a. Apakah yang dapat kita ketahui?
Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
c. Sampai di manakah harapan kita?
Jawabannya termasuk pada bidang agama.
d. Apakah yang dinamakan manusia itu?
Jawabannya termasuk pada bidang antropologi. 4
Setidaknya ada tiga karakteristik berpikir filsafat yakni:
1. Sifat menyeluruh: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika
hanya mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri.
Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya
dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan
membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan
tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada
langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
2. Sifat mendasar: yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa
ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses
penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah
kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti
sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan
menentukan titik yang benar.
3. Spekulatif: dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan
titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya
dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis
maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang
logis atau tidak.
Sir Isacc Newton, seorang ilmuwan yang sangat terkenal,
President of the Royal Society memiliki ketiga karakteristik ini. Ada
banyak penyempurnaan penemuan-penemuan ilmuwan sebelumnya yang
dilakukannya. Dalam pencariannya akan ilmu, Newton tidak hanya
percaya pada kebenaran yang sudah ada (ilmu pada saat itu). Ia
menggugat (meneliti ulang) hasil penelitian terdahulu seperti logika
aristotelian tentang gerak dan kosmologi, atau logika cartesian tentang
materi gerak, cahaya, dan struktur kosmos. “Saya tidak mendefenisikan
ruang, tempat, waktu dan gerak sebagaimana yang diketahui banyak
orang” ujar Newton. Bagi Newton tak ada keparipurnaan, yang ada hanya
pencarian yang dinamis, selalu mungkin berubah dan tak pernah selesai.
“ku tekuni sebuah subjek secara terus menerus dan ku tunggu sampai
cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi sedikit sampai betulbetul terang”.5
1.2. Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kirakira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikirpikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar
mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya
mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain
kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya
sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta
pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales
dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani
yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates
adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada
yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentarkomentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang
sangat besar pada sejarah filsafat.
1.3. Klasifikasi Filsafat
Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan
yang sama dan membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan
banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu filsafat biasa
diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini
filsafat biasa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan
“Filsafat Islam”.
Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis
di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka.
Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno.
Menurut Takwin (2001) dalam pemikiran barat konvensional
pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis seringkali merujuk 6
pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis. Misalnya
aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria
bahwa pemikiran dianggap filosofis jika mengadung kebenaran
korespondensi dan koherensi. Korespondensi yakni sebuah pengetahuan 
dinilai benar jika pernyataan itu sesuai dengan kenyataan empiris. Contoh
jika pernyataan ”Saat ini hujan turun”, adalah benar jika indra kita
menangkap hujan turun, jika kenyataannya tidak maka pernyataannya
dianggap salah. Koherensi berarti sebuah pernyataan dinilai benar jika pernyataan
itu mengandung koherensi logis (dapat diuji dengan logika barat).
Dalam filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian
besar yakni: (a) bagian filsafat yang mengkaji tentang ada (being), (b)
bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan (epistimologi dalam arti luas),
(c) bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang
seharusnya dilakukan manusia (aksiologi).
 Beberapa tokoh dalam filsafat barat yaitu: 
1. Wittgenstein mempunyai aliran analitik (filsafat analitik) yang
dikembangkan di negara-negara yang berbahasa Inggris, tetapi
juga diteruskan di Polandia. Filsafat analitik menolak setiap
bentuk filsafat yang berbau  ″metafisik”. Filsafat analitik menyerupai
ilmu-ilmu alam yang empiris, sehingga kriteria yang berlaku
dalam ilmu eksata juga harus dapat diterapkan pada filsafat.
Yang menjadi obyek penelitian filsafat analitik sebetulnya bukan
barang-barang, peristiwa-peristiwa, melainkan pernyataan,
aksioma, prinsip. Filsafat analitik menggali dasar-dasar teori ilmu
yang berlaku bagi setiap ilmu tersendiri. Yang menjadi pokok
perhatian filsafat analitik ialah analisa logika bahasa sehari-hari,
maupun dalam mengembangkan sistem bahasa buatan.
2. Imanuel Kant mempunyai aliran atau filsafat ″kritik” yang tidak
mau melewati batas kemungkinan pemikiran manusiawi.
Rasionalisme dan empirisme ingin disintesakannya. Untuk itu ia
membedakan akal, budi, rasio, dan pengalaman inderawi.
Pengetahuan merupakan hasil kerja sama antara pengalaman
indrawi yang aposteriori dan keaktifan akal, faktor priori.
Struktur pengetahuan harus kita teliti. Kant terkenal karena tiga 7
tulisan: (1) Kritik atas rasio murni, apa yang saya dapat ketahui.
Ding an sich, hakikat kenyataan yang dapat diketahui. Manusia
hanya dapat mengetahui gejala-gejala yang kemudian oleh akal
terus ditampung oleh dua wadah pokok, yakni ruang dan waktu.
Kemudian diperinci lagi misalnya menurut kategori sebab dan
akibat dst. Seluruh pengetahuan kita berkiblat pada Tuhan, jiwa,
dan dunia. (2) Kritik atas rasio praktis, apa yang harus saya buat.
Kelakuan manusia ditentukan oleh kategori imperatif, keharusan
mutlak: kau harus begini dan begitu. Ini mengandaikan tiga
postulat: kebebasan, jiwa yang tak dapat mati, adanya Tuhan. (3)
Kritik atas daya pertimbangan. Di sini Kant membicarakan
peranan perasaan dan fantasi, jembatan antara yang umum dan
yang khusus.
3. Rene Descartes. Berpendapat bahwa kebenaran terletak pada diri
subyek. Mencari titik pangkal pasti dalam pikiran dan
pengetahuan manusia, khusus dalam ilmu alam. Metode untuk
memperoleh kepastian ialah menyangsikan segala sesuatu. Hanya
satu kenyataan tak dapat disangsikan, yakni aku berpikir, jadi aku
ada. Dalam mencari proses kebenaran hendaknya kita
pergunakan ide-ide yang jelas dan tajam. Setiap orang, sejak ia
dilahirkan, dilengkapi dengan ide-ide tertentu, khusus mengenai
adanya Tuhan dan dalil-dalil matematika. Pandangannya tentang
alam bersifat mekanistik dan kuantitatif. Kenyataan dibaginya
menjadi dua yaitu: “res extensa dan res copgitans”.
Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di
Asia, khususnya di India, Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang pernah
dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya
hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa
dikatakan untuk filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di
Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Namanama beberapa filosof: Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi, dan lain-lain. 8
Pemikiran filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran  yang
tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan
pemikiran timur lebih dianggap agama dibanding filsafat. Pemikiran
timur tidak menampilkan sistematika seperti dalam filsafat barat.
Misalnya dalam pemikiran Cina sistematikanya berdasarkan pada
konstrusksi kronologis mulai dari penciptaan alam hingga meninggalnya
manusia dijalin secara runut (Takwin, 2001).
Belakangan ini, beberapa intelektual barat telah beralih ke filsafat
timur, misalnya Fritjop Capra, seorang ahli fisika yang mendalami
taoisme, untuk membangun kembali bangunan ilmu pengetahuan yang
sudah terlanjur dirongrong oleh relativisme dan skeptisisme (Bagir,
2005). Skeptisisme terhadap metafisika dan filsafat dipelopori oleh Rene
Descartes dan William Ockham.
Filsafat Islam
Filsafat Islam ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa.
Sebab dilihat dari sejarah, para filosof dari tradisi ini sebenarnya bisa
dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat (Yunani).  
Terdapat dua pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus berkembang hingga
saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa belajar
filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang
disalin oleh St. Agustine (354–430 M), yang kemudian diteruskan oleh
Anicius Manlius Boethius (480–524 M) dan John  Scotus. Pendapat
kedua menyatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat orang-orang
Yunani dari buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. 
Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya,
karena menurutnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti  Isagoge,
Categories, dan  Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi
bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah
menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara.  Selanjutnya dikatakan
bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John 9
Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan
menyalin kembali buku  Organon karangan Aristoteles dari terjemahanterjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh  filosof Islam
(Haerudin, 2003).
Majid Fakhri cenderung mengangap filsafat Islam sebagai mata
rantai yang menghubungkan Yunani dengan Eropa modern. Kecenderungan ini
disebut europosentris yang berpendapat filsafat Islam telah berakhir sejak
kematian Ibn Rusyd. Pendapat ini ditentang oleh Henry Corbin dan Louis
Massignon yang menilai adanya eksistensi filsafat Islam. Menurut
Kartanegara (2006) dalam filsafat Islam ada empat aliran yakni: 
1. Peripatetik (memutar atau berkeliling) merujuk kebiasaan
Aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya
ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau
epistimologis adalah menggunakan logika formal yang
berdasarkan penalaran akal (silogisme), serta penekanan yang
kuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni:
Al Kindi (w. 866), Al Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w. 1037), Ibn
Rusyd (w. 1196), dan Nashir al Din Thusi (w.1274).
2. Aliran Iluminasionis (Israqi).  Didirikan oleh pemikir Iran,
Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191). Aliran ini memberikan tempat
yang penting bagi metode intuitif (irfani). Menurutnya dunia ini
terdiri dari cahaya dan kegelapan. Baginya Tuhan adalah cahaya
sebagai satu-satunya realitas sejati (nur al anwar), cahaya di atas
cahaya.
3. Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman
mistis yang bersifat supra-rasional. Jika pengenalan rasional
bertumpu pada akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada
hati. Tokoh yang terkenal adalah Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.   
4. Aliran Hikmah Muta’aliyyah (Teosofi Transeden).  Diwakili
oleh seorang filosof syi’ah yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya
Qawami yang dikenal dengan nama Shadr al Din al Syirazi, Atau
yang dikenal dengan Mulla Shadra yaitu seorang filosof yang
berhasil mensintesiskan ketiga aliran di atas. 10
Dalam Islam  ilmu merupakan hal yang sangat dianjurkan. Dalam
Al Quran kata  al-ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih 780 kali.
Hadis juga menyatakan mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Dalam pandangan Allamah Faydh Kasyani dalam bukunya Al Wafi: ilmu
yang diwajibkan kepada setiap muslim adalah ilmu yang mengangkat
posisi manusia pada hari akhirat, dan mengantarkannya pada pengetahuan
tentang dirinya, penciptanya, para nabinya, utusan Allah, pemimpin Islam,
sifat Tuhan, hari akhirat, dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada
Allah.
Dalam pandangan keilmuan Islam, fenomena alam tidaklah
berdiri tanpa relasi dan relevansinya dengan kuasa ilahi. Mempelajari
alam berarti akan mempelajari dan mengenal dari dekat cara kerja Tuhan.
Dengan demikian penelitian alam semesta (jejak-jejak ilahi) akan
mendorong kita untuk mengenal Tuhan dan menambah keyakinan
terhadapnya. Fenomena alam  bukanlah realitas-realitas independen
melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam adalah ayat-ayat
yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang besifat
qauliyah. Oleh karena itu ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi
yang mulia sebagai obyek ilmu. 
1.4. Filsafat Ilmu
Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bisa
menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas,
mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta
gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
intelektual (Bagir, 2005).
Menurut kamus  Webster New World Dictionary, kata  science
berasal dari kata latin,  scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa
science  berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam
arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau
kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan
makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari 11
observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk
menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam
bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui.
Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal
dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan
science (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme–
positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti
matematika dan metafisika (Kartanegara, 2003). 
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari
filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana
“pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”. Will Duran dalam
bukunya  The story of Philosophy  mengibaratkan bahwa filsafat seperti
pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri.
Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu.
Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.
Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari
pengembangannya sebagai filsafat. Nama asal fisika adalah filsafat alam
(natural philosophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral
philosophy). Issac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum fisika 
sebagai Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686) dan Adam
Smith (1723-1790) Bapak Ilmu Ekonomi menulis buku  The Wealth Of
Nation (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy di
Universitas Glasgow. 
 Agus Comte dalam  Scientific Metaphysic, Philosophy, Religion
and Science, 1963 membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan
yaitu: religius, metafisic dan positif. Dalam tahap awal asas religilah yang
dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran
religi. Tahap berikutnya orang mulai berspekulasi tentang metafisika dan
keberadaan wujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari
dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar
postulat metafisik. Tahap terakhir adalah tahap pengetahuan ilmiah (ilmu)
di mana asas-asas yang digunakan diuji secara positif dalam proses 12
verifikasi yang obyektif. Tahap terakhir Inilah karakteristik sains yang
paling mendasar selain matematika. 
 Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering
juga disebut epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni
episcmc yang berarti  knowledge, pengetahuan dan  logos yang berarti
teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854
yang membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan ontology (on =
being, wujud, apa + logos = teori ), ontology ( teori tentang apa).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah
dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan
secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan
tak-ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu
pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan
yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga
memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan
normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya
sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah
dapat dipertanggungjawabkan. 
Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah yang masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang
secara sadar diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Di
samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran
seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).
Pengetahuan Manusia
Pengetahuan Obyek Paradigma Metode Kriteria
Sains Empiris Sains Metode 
Ilmiah
Rasional empiris
Filsafat Abstrak
rasional
Rasional Metode
rasional
Rasional
Mistis Abstark
suprarasional
Mistis Latihan
percaya
Rasa, iman, logis,
kadang empiris
Sumber: Tafsir, Ahmad, 2006, Filsafat Ilmu 13
Dengan lain perkataan, pengetahuan ilmiah diperoleh secara
sadar, aktif, sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan
teknis, tidak bersifat acak, kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji
kebenaran (validitas) ilmiahnya. Sedangkan pengetahuan yang prailmiah, walaupun sesungguhnya diperoleh secara sadar dan aktif, namun
bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi yang berupa intuisi, sehingga
tidak dimasukkan dalam ilmu. Dengan demikian, pengetahuan pra-ilmiah
karena tidak diperoleh secara sistematis-metodologis ada yang cenderung
menyebutnya sebagai pengetahuan “naluriah”.
Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim
disebut tahap-mistik, tidak terdapat perbedaan di antara pengetahuanpengetahuan yang berlaku juga untuk obyek-obyeknya. Pada tahap mistik
ini, sikap manusia seperti dikepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di
sekitarnya, sehingga semua obyek tampil dalam kesemestaan dalam
artian satu sama lain berdifusi menjadi tidak jelas batas-batasnya.
Tiadanya perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu mempunyai
implikasi sosial terhadap kedudukan seseorang yang memiliki kelebihan
dalam pengetahuan untuk dipandang sebagai pemimpin yang mengetahui
segala-galanya. Fenomena tersebut sejalan dengan tingkat kebudayaan
primitif yang belum mengenal berbagai organisasi kemasyarakatan,
sebagai implikasi belum adanya diversifikasi pekerjaan. Seorang
pemimpin dipersepsikan dapat merangkap fungsi apa saja, antara lain
sebagai kepala pemerintahan, hakim, guru, panglima perang, pejabat
pernikahan, dan sebagainya. Ini berarti pula bahwa pemimpin itu mampu
menyelesaikan segala masalah, sesuai dengan keanekaragaman fungsional
yang dicanangkan kepadanya.
Tahap berikutnya adalah tahap-ontologis, yang membuat manusia
telah terbebas dari kepungan kekuatan-kekuatan gaib, sehingga mampu
mengambil jarak dari obyek di sekitarnya, dan dapat menelaahnya.
Orang-orang yang tidak mengakui status ontologis obyek-obyek
metafisika pasti tidak akan mengakui status-status ilmiah dari ilmu
tersebut. Itulah mengapa tahap ontologis dianggap merupakan tonggak
ciri awal pengembangan ilmu. Dalam hal ini subyek menelaah obyek
dengan pendekatan awal pemecahan masalah, semata-mata
mengandalkan logika berpikir secara nalar. Hal ini merupakan salah satu 14
ciri pendekatan ilmiah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut
menjadi metode ilmiah yang makin mantap berupa proses berpikir secara
analisis dan sintesis. Dalam proses tersebut berlangsung logika berpikir
secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan khusus dari yang umum. Hal
ini mengikuti teori koherensi, yaitu perihal melekatnya sifat yang terdapat
pada sumbernya yang disebut premis-premis yang telah teruji
kebenarannya, dengan kesimpulan yang pada gilirannya otomatis
mempunyai kepastian kebenaran. Dengan lain perkataan kesimpulan
tersebut praktis sudah diarahkan oleh kebenaran premis-premis yang
bersangkutan. Walaupun kesimpulan tersebut sudah memiliki kepastian
kebenaran, namun mengingat bahwa prosesnya  dipandang masih bersifat
rasional–abstrak, maka harus dilanjutkan dengan logika berpikir secara
induktif. Hal ini mengikuti teori korespondensi, yaitu kesesuaian antara
hasil pemikiran rasional dengan dukungan data empiris melalui penelitian,
dalam rangka menarik kesimpulan umum dari yang khusus. Sesudah melalui
tahap ontologis, maka dimasukan tahap akhir yaitu tahap fungsional.
Pada tahap fungsional, sikap manusia bukan saja bebas dari
kepungan kekuatan-kekuatan gaib, dan tidak semata-mata memiliki
pengetahuan ilmiah secara empiris, melainkan lebih daripada itu.
Sebagaimana diketahui, ilmu tersebut secara fungsional dikaitkan dengan
kegunaan langsung bagi kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Tahap
fungsional pengetahuan sesungguhnya memasuki proses aspel aksiologi
filsafat ilmu, yaitu yang membahas amal ilmiah serta profesionalisme
terkait dengan kaidah moral.
Sementara itu, ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan
pengetahuan dalam satu nafas tercakup pula telaahan filsafat yang
menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi
ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai
ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial.
Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi
ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan
demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur,
sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik
kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal-hal yang gaib
seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan. 15
Telaahan kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi
aspek normatif mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah,
di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data
empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkahlangkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang
berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya.
 Telaahan ketiga ialah dari segi aksiologi, yang sebagaimana telah
disinggung di atas terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan
ilmu yang diperoleh.
Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi
Tahapan
Ontologi
(Hakikat
Ilmu)
ƒ Obyek apa yang telah ditelaah ilmu? 
ƒ Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? 
ƒ Bagaimana hubungan antara  obyek tadi dengan daya
tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera)
yang membuahkan pengetahuan? 
ƒ Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan
yang berupa ilmu? 
ƒ Bagaimana prosedurnya?
Epistimologi
(Cara
Mendapatkan
Pengetahuan)
ƒ Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya
pengetahuan yang berupa ilmu? 
ƒ Bagaimana prosedurnya? 
ƒ Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan dengan benar? 
ƒ Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri? 
ƒ Apa kriterianya? 
ƒ Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
Aksiologi
(Guna
Pengetahuan)
ƒ Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?
ƒ Bagaiman kaitan antara cara  penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral?
ƒ Bagaimana penetuan obyek  yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral? 
ƒ Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral/profesional? 
Sumber: Suriasumantri, 1993 16
 Teori pengetahuan yang bersifat subjektif akan memberikan
jawaban ”TIDAK”, kita tidak akan mungkin mengetahui, menemukan
hal-hal yang ada di balik pengaman dan ide kita. Sedangkan teori
pengetahuan  yang bersifat obyektif  akan memberikan jawaban  ”YA”.
1.5. Sumber-Sumber Pengetahuan 
 Ada 2 cara pokok mendapatkan pengetahuan dengan benar:
pertama, mendasarkan diri dengan rasio. Kedua, mendasarkan diri dengan
pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan rasionalisme, dan pengalaman
mengembangkan empirisme. Kaum rasionalis mengembangkan metode
deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dari ide
yang diangapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukan
ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sudah ada, jauh sebelum manusia
memikirkannya (idelisme).
 Di samping rasionalisme dan pengalaman masih ada cara lain
yakni intuisi atau wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan
tanpa melalui proses penalaran, bersifat personal dan tak bisa diramalkan.
Sedangkan wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan
kepada manusia.
 Masalah yang muncul dalam sumber pengetahuan adalah dikotomi
atau gap antara sumber ilmu umum dan ilmu agama. Bagi agama Islam
sumber ilmu yang paling otoritatif adalah Alquran dan Hadis.  Bagi ilmu
umum (imuwan sekuler) satunya-satunya yang valid adalah pengalaman
empiris yang didukung oleh indrawi melalui metode induksi. Sedangkan
metode deduksi yang ditempuh oleh akal dan nalar sering dicurigai secara
apriopri (yakni tidak melalui pengalaman). Menurut mereka, setinggitingginya pencapaian akal adalah filsafat. Filsafat masih dipandang terlalu
spekulatif untuk bisa mengkonstruksi bangunan ilmiah seperti yang
diminta kaum positivis. Adapun pengalaman intuitif sering dianggap hanya
sebuah halusinasi atau ilusi belaka. Sedangkan menurut agamawan  pengalaman
intuitif dianggap sebagai sumber ilmu, seperti para nabi memperoleh
wahyu ilahi atau mistikus memperoleh limpahan cahaya Ilahi. 17
 Masalah berikutnya adalah pengamatan. Sains modern menentukan
obyek ilmu yang sah adalah segala sesuatu sejauh ia dapat diobservasi
(the observables) atau diamati oleh indra. Akibatnya muncul penolakan
dari filosof logika positivisme yang menganggap segala pernyataan yang
tidak ada hubungan obyek empirisnya sebagai nonsens. Perbedaan ini
melahirkan metafisik (dianggap gaib) dan fisik (dianggap science).
 Masalah lainnya adalah munculnya disintegrasi pada tatanan
klasifikasi ilmu. Penekanan sains modern pada obyek empiris (ilmu-ilmu
fisika) membuat cabang ilmu nonfisik bergeser secara signifikan ke
pinggiran. Akibatnya  timbul pandangan negatif bahwa bidang kajian
agama hanya menghambat kemajuan. Seperti dalam anggapan Freud
yang menyatakan agama dan terutama pendukungnya yang fanatik
bertanggung jawab terhadap pemiskinan pengetahuan karena melarang
anak didik untuk bertanya secara kritis.
 Masalah lainnya yang muncul adalah menyangkut metodologi
ilmiah. Sains pada dasarnya hanya mengenal metode observasi atau
eksperimen. Sedangkan agamawan mengembangkan metode lainnya seperti
metode intuitif. Masalah terakhir adalah sul i tny a  mengint egr a s ik an 
i lmu d an  agama   t e ru t ama   indr a ,   int ektu a l  d a n  intui s i   s ebaga i 
penga l aman l egi t  ima t e d an  r i i l  d a r i  manus i a . 
1.6. Sejarah Perkembangan Ilmu
A. Zaman Yunani
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting
dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi
perubahan pola pikir mitosentris (pola pikir masyarakat yang sangat
mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti
gempa bumi dan pelangi). Gempa bumi tidak dianggap fenomena
alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan
kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam
tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas
alam yang terjadi secara kausalitas.  18
Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam
adalah Thales (624-546 SM) mempertanyakan “Apa sebenarnya asal
usul alam semesta ini?” Ia mengatakan asal alam adalah air karena
air unsur penting bagi setiap makhluk hidup, air dapat berubah
menjadi benda gas, seperti uap dan benda dapat, seperti es, dan bumi
ini juga berada di atas air. 
Sedangkan Heraklitos mempunyai kesimpulan bahwa yang
mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan
aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi
dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi
lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam
alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu
sendiri.
Pythagoras (580-500 SM) berpendapat bahwa bilangan
adalah unsur utama dari alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur
bilangan merupakan juga unsur yang terdapat dalam segala sesuatu.
Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak
terbatas. Menurut Abu Al Hasan Al Amiri, seorang filosof muslim
Phitagoras belajar geometri dan matematika dari orang-orang mesir
(Rowston, dalam Kartanegara, 2003). 
Filosof alam ternyata tidak dapat memberikan jawaban yang
memuaskan, sehingga timbullah kaum “sofis”. Kaum  sofis ini
memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa ini memulai
kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa manusia adalah
ukuran kebenaran. Tokoh utamanya adalah Protagoras (481-411
SM). Ia menyatakan bahwa “manusia” adalah ukuran kebenaran.
Ilmu juga mendapat ruang yang sangat kondusif dalam pemikiran
kaum sofis karena mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan
sekaligus merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesa baru.
Socrates, Plato, dan Aristoteles menolak relativisme kaum  sofis.
Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada
manusia.19
Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat
Yunani karena pada zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah
perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang
sangat menonjol adalah Plato (429-347 SM), yang sekaligus murid
Socrates. Menurutnya, kebenaran umum itu ada bukan dibuat-buat
bahkan sudah ada di alam idea. 
Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles 
(384-322 SM). Ia murid Plato, berhasil menemukan pemecahan persoalanpersoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem: logika,
matematika, fisika, dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan pada
analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya  silogisme terdiri
dari tiga premis:
- Semua manusia akan mati (premis mayor).
- Socrates seorang manusia (premis minor).
- Socrates akan mati (konklusi).
Aristoteles dianggap bapak ilmu karena dia mampu meletakkan
dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis. 
B. Zaman Islam 
Islam tidak hanya mendukung adanya kebebasan intelektual,
tetapi juga membuktikan kecintaan umat Islam terhadap ilmu pengetahuan dan
sikap hormat mereka kepada ilmuwan, tanpa memandang agama mereka.
Periode antara 750 M dan 1100 M adalah abad masa keemasan dunia
Islam. Plato dan Aristoteles telah memberikan pengaruh yang besar pada
mazhab-mazhab Islam, khususnya mazhab Peripatetik.
Al Farabi sangat berjasa dalam mengenalkan dan mengembangkan
cara berpikir logis (logika) kepada dunia Islam. Berbagai karangan
Aristoteles seperti Categories, Hermeneutics, First, dan Second Analysis
telah diterjemahkan Al Farabi ke dalam bahasa Arab. Al Farabi telah
membicarakan berbagai sistem logika dan cara berpikir deduktif maupun
induktif. Di samping itu beliau dianggap sebagai peletak dasar pertama
ilmu musik dan menyempurnakan ilmu musik yang telah dikembangkan 20
sebelumnya oleh Phytagoras. Oleh karena jasanya ini, maka Al Farabi
diberi gelar Guru Kedua, sedang gelar Guru Pertama diberikan kepada
Aristoteles.
Kontribusi lain dari Al Farabi yang dianggap cukup bernilai adalah
usahanya mengklasifikasi ilmu pengetahuan. Al Farabi telah memberikan
defenisi dan batasan setiap ilmu pengetahuan yang berkembang pada
zamannya. Al Farabi mengklasifikasi ilmu ke dalam tujuh cabang yaitu:
logika, percakapan, matematika, fisika, metafisika, politik, dan ilmu fiqih
(hukum).
Ilmu percakapan dibagi lagi ke dalam tujuh bagian yaitu: bahasa,
gramatika, sintaksis, syair, menulis, dan membaca. Bahasa dalam ilmu
percakapan dibagi dalam: ilmu kalimat mufrad, preposisi, aturan penulisan
yang benar, aturan membaca dengan benar, dan aturan mengenai syair
yang baik.  Ilmu logika dibagi dalam 8 bagian, dimulai dengan kategori
dan diakhiri dengan syair (puisi). Matematika dibagi dalam tujuh bagian. 
Metafisika dibagi dalam dua bahasan, bahasan pertama mengenai
pengetahuan tentang makhluk dan bahasan kedua mengenai filsafat ilmu.
Politik dikatakan sebagai bagian dari ilmu sipil dan menjurus pada etika
dan politika. Perkataan  politieia yang berasal dari bahasa Yunani
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi madani, yang berarti sipil
dan berhubungan dengan tata cara mengurus suatu kota. Kata ini
kemudian sangat populer digunakan untuk menyepadankan istilah
masyarakat sipil menjadi masyarakat madani. Ilmu agama dibagi dalam
ilmu fiqih dan imu ketuhanan/kalam (teologi).
Buku Al Farabi mengenai pembagian ilmu ini telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin untuk konsumsi bangsa Eropa dengan judul  De
Divisione Philosophae. Karya lainnya yang telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin berjudul  De Scientiis atau  De Ortu Scientearum. Buku ini
mengulas berbagai jenis ilmu seperti ilmu kimia, optik, dan geologi. Al
Farabi (w.950) terkenal dengan doktrin  wahda al wujud membagi
hierarki wujud yaitu (1) dipuncak hierarki wujud adalah Tuhan yang
merupakan sebab bagi keberadaan yang lain, (2) para malaikat di
bawahnya yang merupakan sebab bagi keberadaan yang lain, (3) benda-21
benda langit (angkasa), (4) benda-benda bumi. Al Farabi memiliki sikap
yang jelas karena ia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa tokohtokoh filsafat harus bersepakat di antara mereka sepanjang yang menjadi
tujuan mereka adalah kebenaran.
Filosof lain yang terkenal adalah Ibnu Sina dikenal di Barat dengan
sebutan Avicienna. Selain sebagai seorang filosof, ia dikenal sebagai
seorang dokter dan penyair. Ilmu pengetahuan yang ditulisnya banyak
ditulis dalam bentuk syair. Bukunya yang termasyhur Canon, telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona di Toledo. Buku ini
kemudian menjadi buku teks (text book) dalam ilmu kedokteran yang
diajarkan pada beberapa perguruan tinggi di Eropa, seperti Universitas
Louvain dan Montpelier. Dalam kitab  Canon, Ibnu Sina telah menekankan
betapa pentingnya penelitian eksperimental untuk menentukan khasiat
suatu obat. Ibnu Sina menyatakan bahwa daya sembuh suatu jenis obat
sangat tergantung pada ketepatan dosis dan ketepatan waktu pemberian.
Pemberian obat hendaknya disesuaikan dengan kekuatan penyakit.
Kitab lainnya berjudul Al Shifa diterjemahkan oleh Ibnu Daud (di
Barat dikenal dengan nama Avendauth Ben Daud) di Toledo. Oleh
karena Al Shifa sangat tebal, maka bagian yang diterjemahkan oleh Ibnu
Daud terbatas pada pendahuluan ilmu logika, fisika, dan  De Anima. Ibnu
Sina membagi filsafat atas bagian yang bersifat teoretis dan bagian yang
bersifat praktis. Bagian yang bersifat teoretis meliputi: matematika,
fisika, dan metafisika, sedang bagian yang bersifat praktis meliputi: 
politik dan etika.  
Ibnu Sina, mengatakan alam pada dasarnya adalah potensi
(mumkin al wujud) dan tidak mungkin bisa mengadakan dirinya sendiri
tanpa adanya Tuhan. Ibnu Sina mengelompokkan ilmu dalam tiga macam
yakni (1) obyek-obyek yang secara niscaya tidak berkaitan dengan materi
dan gerak (metafisik),  (2) obyek-obyek yang senantiasa berkaitan dengan
materi dan gerak (fisika), (3) obyek-obyek yang pada dirinya immateriel
tetapi kadang melakukan kontak dengan materi dan gerak (matematika).
Ibn Khaldun dalam kitabnya  Al Muqaddimah membagi
metafisika dalam lima bagian.  Bagian pertama berbicara tentang hakikat 22
wujud (ontologi). Dari sini muncul dua aliran besar yakni eksistensialis
(tokoh yang terkemuka adalah Ibnu Sina dan Mhulla Shadra) dan
esensialis (tokoh yang terkemuka adalah Syaikh Al Israq, Suhrawardi). 
Berikutnya Ibn Khaldun membagi ilmu matematika ke dalam empat
subdivisi yakni (1) geometri; trigonometrik dan kerucut, surveying tanah,
dan optik. Sarjana muslim terutama Ibn Haitsam telah banyak
mempengaruhi sarjana barat termasuk Roger Bacon, Vitello dan Kepler
(2)Aritmetika; seni berhitung/hisab, aljabar, aritmatika bisnis dan faraid
(hukum waris),  (3) musik, (4) astronomi.
Dalam bidang ilmu mineral, dikenal karya Al Biruni yang
berjudul Al Jawahir (batu-batu permata), selain itu pada abad ke-11 Al
Biruni dikenal sebagai The master of observation di bidang geologi dan
geografi karena Al Biruni berusaha mengukur keliling bumi melalui
metode eksperimen dengan menggabungkan metode observasi dan teori
trigonometri. Akhirnya ia sampai pada kesimpulan bahwa keliling bumi
adalah 24.778,5 mil dengan diameter 7.878 mil. Tentu saja ini merupakan
penemuan luar biasa untuk masa itu, dengan ukuran modern saja yaitu
24.585 mil (selisih ± 139 mil) dengan diameter 7.902 mil. 
Dalam bidang ilmu farmakologi dan medis dikenal karya Ibnu
Sina yakni  Al Qanun fi al Thibb dan  Al Hawi oleh Abu Bakr Al Razi,
bidang nutrisi dikenal karya Ibn Bathar yakni  Al Jami Li Mufradat Al
Adawiyyah wa Al Aghdziyah, di bidang zoologi dikenal karya Al Jahizh
yang berjudul  Al Hayawan dan  Hayat Al Hayawan oleh Al Damiri. Di
Andalusia terkenal seorang ahli bedah muslim, Ibn Zahrawi yang telah
mencitakan ratusan alat bedah yang sudah sangat maju untuk ukuran
zamannya.
Filosof lainnya adalah Al Kindi, yang dianggap sebagai filosof
Arab pertama yang mempelajari filsafat. Ibnu Al Nadhim mendudukkan
Al Kindi sebagai salah satu orang termasyhur dalam filsafat alam
(natural philosophy). Buku-buku Al-Kindi membahas mengenai berbagai
cabang ilmu pengetahuan seperti geometri, aritmatika, astronomi, musik,
logika dan filsafat. Ibnu Abi Usai’bia menganggap Al-Kindi sebagai
penerjemah terbaik kitab-kitab ilmu kedokteran dari bahasa Yunani ke 23
dalam bahasa Arab. Di samping sebagai penerjemah, Al Kindi menulis
juga berbagai makalah. Ibnu Al Nadhim memperkirakan ada 200 judul
makalah yang ditulis Al Kindi dan sebagian di antaranya tidak dapat
dijumpai lagi, karena raib entah kemana. Nama Al Kindi sangat masyhur
di Eropa pada abad pertengahan. Bukunya yang telah disalin ke dalam
bahasa Latin di Eropa berjudul  De Aspectibus berisi uraian tentang
geometri dan ilmu optik, mengacu pada pendapat Euclides, Heron, dan
Ptolemeus. Salah satu orang yang sangat kagum pada berbagai tulisannya
adalag filosof kenamaan Roger Bacon. 
Filosof lainnya adalah Ibnu Rushd yang lahir dan dibesarkan di
Cordova, Spanyol, meskipun seorang dokter dan telah mengarang buku
ilmu kedokteran berjudul  Colliget, yang dianggap setara dengan kitab
Canon karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang filosof.
Ibnu Rushd telah menyusun 3 komentar mengenai Aristoteles,
yaitu: komentar besar, komentar menengah, dan komentar kecil. Ketiga
komentar tersebut dapat dijumpai dalam tiga bahasa: Arab, Latin, dan Yahudi.
Dalam komentar besar, Ibnu Rushd menuliskan setiap kata dalam  Stagirite
karya Aristoteles dengan bahasa Arab dan memberikan komentar pada
bagian akhir. Dalam komentar menengah ia masih menyebut-nyebut
Aritoteles sebagai  Magister Digit, sedang pada komentar kecil filsafat
yang diulas murni pandangan Ibnu Rushd.
Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat
merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan
yang ditempuh oleh ahli agama, telah memancing kemarahan pemukapemuka agama, sehingga mereka meminta kepada khalifah yang
memerintah di Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. 
Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan
pula oleh Al Kindi dalam bukunya Falsafah El Ula  (First Philosophy).
Al Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan
kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang tipis
dan kurang bernilai  (Haeruddin, 2003). 24
C. Kemajuan Ilmu Zaman Renaisans dan Modern
Pada zaman modern paham-paham yang muncul dalam garis
besarnya adalah rasionalisme, idealisme, dan empirisme. Paham
rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam
memperoleh dan menguji pengetahuan. Paham idealisme mengajarkan
bahwa hakikat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang
memberikan jalan untuk mempelajari paham idealisme zaman modern.
Paham empirisme dinyatakan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita
selain didahului oleh pengalaman.
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan
dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman
yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap
keesaan dan supremasi Gereja Katolik Roma, bersamaan dengan
berkembangnya Humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan
kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa,
Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) dan ditemukannya
benua baru (1492 M) oleh Columbus memberikan dorongan lebih keras
untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris,
Perancis dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan
Ronsard. Pada masa itu, seni musik juga mengalami perkembangan.
Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo
menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern yang merupakan titik
balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.
Bacon adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari
zamannya dengan melihat perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon yang
terkenal adalah  Knowledge is Power (Pengetahuan adalah kekuasaan).
Ada tiga contoh yang dapat membuktikan pernyataan ini, yaitu:  mesin
menghasilkan kemenangan dan perang modern,  kompas memungkinkan
manusia mengarungi lautan,  percetakan yang mempercepat penyebaran
ilmu.
Lahirnya Teori Gravitasi, perhitungan Calculus dan Optika
merupakan karya besar Newton. Teori Gravitasi Newton dimulai ketika
muncul persangkaan penyebab planet tidak mengikuti pergerakan lintas 25
lurus, apakah matahari yang menarik bumi atau antara bumi dan matahari
ada gaya saling tarik menarik.
Teori Gravitasi memberikan keterangan, mengapa planet tidak
bergerak lurus, sekalipun kelihatannya tidak ada pengaruh yang memaksa
planet harus mengikuti lintasan elips. Sebenarnya, pengaruhnya ada,
tetapi tidak dapat dilihat dengan mata dan pengaruh itu adalah Gravitasi,
yaitu kekuatan yang selalu akan timbul jika ada dua benda yang saling
berdekatan.
Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu
seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad ke-9 lahir
semisal farmakologi, geofisika, geormopologi, palaentologi, arkeologi,
dan sosiologi. Abad ke-20 mengenal ilmu teori informasi, logika
matematika, mekanika kwantum, fisika nuklir, kimia nuklir, radiobiologi,
oceanografi, antropologi budaya, psikologi, dan sebagainya. 
D. China, India, dan Jepang
Peradaban India yang pada awal telah mencapai teknologi tingkat
tinggi. Kontak Eropa dengan peradaban India sebagian besar melalui
sumber berbahasa Arab. Jelas terlihat matematika India dengan sistem
bilangan dan perhitungannya yang telah mempengaruhi aljabar Arab dan
melengkapi angka utama Arab. Tetapi ciri khasnya adalah pemikiran
dengan kesadaran yang tinggi.
Peradaban Cina, hingga zaman renaisans peradaban Cina jauh
lebih maju dibanding Barat. Menurut Francis Bacon, Tranformasi masyarakat
Eropa banyak berasal dari Cina seperti kompas magnetik, bubuk mesiu,
dan mesin cetak. Namun Eropa tidak pernah menyadari hutang budinya
kepada Cina. Kegagalan Cina dalam membuat perkembangan ilmu dan
teknologi adalah  filsafat yang ada lebih berlaku praktis ketimbang
prinsip-prinsip abstrak, filsafat yang ada didasarkan analogi-analogi
harmonis dan organis serta pedagang sebagai kelas yang tidak dapat
dipercaya, sehingga ciri renaisans yang terjadi di Eropa tidak terjadi di
Cina.26
Peradaban Jepang selama beberapa abad terimbas dari kultur
Cina. Pada awal abad ke-17 memutuskan untuk menutup pintu dari
pengaruh-pengaruh yang dianggap membahayakan. Awal abad ke-19
memutuskan berasimilasi ke bangsa luar dan melaksanakan dengan
sungguh. Saat ini satu sisi Jepang hidup dengan teknologi yang tinggi
akan tetapi tetap mengikuti tradisi sosial yang kuno seperti bangsa Cina. 
1.7. Ilmu dan Moralitas 
Dari awal perkembangan ilmu selalu dikaitkan dengan masalah
moral. Copernicus (1473-1543) yang menyatakan bumi berputar
mengelilingi matahari, yang kemudian diperkuat oleh Galileo (1564-
1642) yang menyatakan bumi bukan merupakan pusat tata surya yang
akhirnya harus berakhir di pengadilan inkuisisi. Kondisi ini selama 2
abad mempengaruhi proses perkembangan berpikir di Eropa.
  Moral  reasioning adalah proses dengan mana tingkah laku
manusia, institusi atau kebijakan dinilai apakah sesuai atau menyalahi
standar moral. Kriterianya: Logis, bukti nyata yang digunakan untuk
mendukung penilaian haruslah tepat, konsisten dengan lainnya.
 Menurut Kohlberg (Valazquez, 1998) menyatakan perkembangan
moral individu ada 3 tahap yaitu:
1. Level Preconvenstional. Level ini berkembang pada masa kanakkanak.
a. Punishment and  obidience orientation: alasan seseorang patuh
adalah untuk menghindari hukuman.
b.   Instrument and relativity orientation; perilaku atau tindakan
benar karena memperoleh imbalan atau pujian.
2. Level Conventional: Individu termotivasi untuk berperilaku sesuai
dengan norma-norma kelompok agar dapat diterima dalam suatu
kelompok tersebut.
a. Interpersonal concordance orientation: orang bertingkah laku
baik untuk memenuhi harapan dari kelompoknya yang menjadi 27
loyalitas, kepercayaan dan perhatiannya seperti keluarga dan
teman.
b.   Law and order orientation: benar atau salah ditentukan loyalitas
seseorang pada lingkungan yang lebih luas seperti kelompok
masyarakat atau negara.
3.   Level Postconventional: pada level ini orang tidak lagi menerima saja
nilai-nilai dan norma-norma dari kelompoknya, melainkan melihat
situasi berdasarkan prinsip-prinsip moral yang diyakininya.
a. Social contract orientation: orang mulai menyadari bahwa orangorang memiliki pandangan dan opini pribadi yang sering
bertentangan dan menekankan cara-cara adil dalam mencapai
konsensus dengan perjanjian, kontrak dan proses yang wajar.
b.   Universal ethical principles orientation. Orang memahami
bahwa suatu tindakan dibenarkan berdasarkan prinsip-prinsip
moral yang dipilih karena secara logis, komprehensif, universal,
dan konsisten.
1.8. Sarana Ilmiah 
Dalam berpikir untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah, tentu
tidak terlepas dari alat atau sarana ilmiah. Sarana ilmiah dimaksud meliputi
beberapa hal yaitu bahasa, matematika, statistika, dan logika. Hal ini
mempunyai peranan sangat mendasar bagi manusia dalam proses berpikir
dan mengkomunikasikan maupun mendokumentasikan jalan pikiran manusia. 
Bahasa merupakan suatu sistem yang berstruktur dari simbolsimbol bunyi arbitrer (bermakna) yang dipergunakan oleh para anggota
sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain. Unsur-unsur
yang terdapat di dalamnya meliputi: simbol-simbol vokal arbitrer, suatu
sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer dan yang
dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat
bergaul satu sama lain. Bahasa berfungsi sebagai sarana untuk
menyampaikan pikiran, perasaan dan emosi kepada orang lain, baik
pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Hal ini
disebut bahasa ilmiah, tentu beda dengan bahasa agama yaitu kalam ilahi 28
yang terabadikan ke dalam kitab suci dan ungkapan serta perilaku
keagamaan dari suatu kelompok sosial.
Matematika sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian
makna dari serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Fungsi
matematika hampir sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan
dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Matematika merupakan ilmu
deduktif yang memiliki kontribusi dalam perkembangan ilmu alam
maupun ilmu-ilmu sosial.
Statistik mengandung arti kumpulan data yang berbentuk angkaangka (data kuantitatif). Penelitian untuk mencari ilmu (penelitian
ilmiah), baik berupa survei atau eksperimen, dilakukan lebih cermat dan
teliti dengan menggunakan teknik-teknik statistik. Statistik mempunyai
peranan penting dalam berpikir induktif, jadi bahasa, matematika,
statistik memiliki peranan yang sangat mendasar dalam berpikir logika
dan tidak dapat terlepas satu sama lain dalam berbagai bidang aspek
kehidupan ilmiah manusia. 
Logika merupakan sarana berpikir sistematis, valid, cepat, dan
tepat serta dapat dipertanggungjawabkan dalam berpikir logis dibutuhkan
kondisi-kondisi tertentu seperti: mencintai kebenaran, mengetahui apa
yang sedang dikerjakan dan apa yang sedang dikatakan, membuat
perbedaan dan pembagian, mencintai defenisi yang tepat, dan mengetahui
mengapa begitu kesimpulan kita serta menghindari kesalahan-kesalahan.
A. Bahasa
Bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer
yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk
berkomunikasi. Bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari simbolsimbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu
kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain. Perlu diteliti setiap
unsur yang terdapat di dalamnya. Dengan kemampuan kebahasaan akan
terbentang luas cakrawala berpikir seseorang dan tiada batas dunia
baginya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wittgenstein yang
menyatakan: “batas bahasaku adalah batas duniaku”.  29
Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah: (1)
Koordinator kegiatan-kegiatan masyarakat. (2) Penetapan pemikiran dan
pengungkapan.(3) Penyampaian pikiran dan perasaan. (4) Penyenangan
jiwa.(5) Pengurangan kegoncangan jiwa. 
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam
proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang
lain, baik pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif.
Dengan kata lain, kegiatan berpikir ilmiah ini sangat berkaitan erat
dengan bahasa. Bahasa ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam
kegiatan ilmiah.
B. Matematika
Banyak sekali ilmu-ilmu sosial sudah mempergunakan matematika
sebagai sosiometri,  psychometri, econometri, dan seterusnya. Hampir
dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi
bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. 
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik,
maka diperlukan sarana berupa bahasa, logika, matematika dan statistika.
Penalaran ilmiah menyadarkan kita kepada proses logika deduktif dan
logika induktif. Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir
deduktif, sedangkan statistika mempunyai peran penting dalam berpikir
induktif.
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian
makna dari serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambanglambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah
sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya
merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
1. Matematika sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif diperoleh
karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari
atas pengalaman seperti halnya yang terdapat di dalam ilmu-ilmu
empiris, melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaranpenjabaran).30
2. Matematika untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial 
Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam, lebih
ditandai dengan penggunaan lambang-lambang bilangan untuk
penghitungan dan pengukuran, di samping hal lain seperti bahasa,
metode, dan lainnya. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki
obyek penelahaan yang kompleks dan sulit dalam melakukan
pengamatan, di samping obyek penelaahan yang tak berulang maka
kontribusi matematika tidak mengutamakan pada lambang-lambang
bilangan. Kita akan mempelajari sebuah kelompok sosial dengan
informasi tertentu mengenai perasaan suka dan tidak suka di antara
pasangan manusia. Sebuah grafik adalah suatu bahasa matematis
yang mudah di mana kita dapat mengemukakan struktur semacam itu.
C. Statistik
Pada mulanya, kata “statistik” diartikan sebagai “kumpulan
bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif)
maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai
arti penting dan kegunaan besar bagi suatu negara”. Namun pada
perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada
kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif) saja. 
Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik berarti tabel, grafik,
daftar informasi, angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika
berarti ilmu pengumpulan, analisis, dan klasifikasi data, angka sebagai
dasar untuk induksi.
Abraham Demoitre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau
kekeliruan (theory of error). Pada tahun 1757 Thomas Simpson
menyimpulkan bahwa terdapat sesuatu distribusi yang berlanjut dari
suatu variabel dalam suatu frekuensi yang cukup banyak. 
Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton dan mengembangkan
konsep regresi, korelasi, distribusi, chi-kuadrat, dan analisis statistika
untuk data kualitatif Pearson menulis buku  The Grammar of Science
sebuah karya klasik dalam filsafat ilmu. Penelitian ilmiah, baik yang
berupa survei maupun eksperimen, dilakukan lebih cermat dan teliti 31
dengan mempergunakan teknik-teknik statistik yang diperkembangkan
sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan dari pengumpulan data statistik dapat dibagi ke dalam dua
golongan besar, yang secara kasar dapat dirumuskan sebagai tujuan kegiatan
praktis dan kegiatan keilmuan. Perbedaan yang penting dari kedua
kegiatan ini dibentuk oleh kenyataan bahwa dalam kegiatan praktis
hakikat alternatif yang sedang dipertimbangkan telah diketahui, paling
tidak secara prinsip, di mana konsekuensi dalam memilih salah satu dari
alternatif tersebut dapat dievaluasi berdasarkan serangkaian perkembangan
yang akan terjadi. Di pihak lain, kegiatan statistika dalam bidang keilmuan
diterapkan pada pengambilan suatu keputusan yang konsekuensinya sama
sekali belum diketahui. 
Pengambilan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita
kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang kita
hadapi. Dalam hal ini statistika memberikan jalan keluar untuk dapat
menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya
sebagian dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan
secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut,
yakni makin besar contoh yang diambil, maka makin tinggi pula tingkat
ketelitian kesimpulan tersebut.
Hubungan antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika dan
Statistika
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam
seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir
dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada
orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan
gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu,
penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan
logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam
berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam
berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat
satu sama lain.  32
Peranan Statistika dalam Tahap-Tahap Metode Keilmuan 
Statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh
pengetahuan. Metode keilmuan, sejauh apa yang menyangkut metode,
sebenarnya tak lebih dari apa yang dilakukan seseorang dalam
mempergunakan pikirannya, tanpa ada sesuatu pun yang membatasinya.
Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua
pengambilan keputusan dalam bidang manajemen. Statistika diterapkan
dalam penelitian pasar, penelitian produksi, kebijaksanaan penanaman
modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industri,
ramalan ekonomi, auditing, pemilihan risiko dalam pemberian kredit, dan
masih banyak lagi.
D. Logika
Logika berasal dari bahasa latin yakni Logos yang berarti
perkataan atau sabda. Dalam bahasa arab di sebut Mantiq. Logika adalah
sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan
berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu. Logis
dalam bahasa sehari-hari kita sebut masuk akal. 
Kata Logika dipergunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium.
Kaum Sofis, Socrates, dan Plato dianggap sebagai perintis lahirnya
logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan
kaum Stoa. (Russell, dalam Mundiri 2006). Aristoteles meninggalkan
enam buah buku yang oleh murid-muridnya disebut Organon. Buku itu
terdiri dari Categoriae (mengenai pengertian-pengertian) De
Interpretatiae (keputusan-keputusan), Analitica Priora (Silogisme),
Analitica Porteriora (pembuktian), Topika (berdebat) dan De Sophisticis
Elenchis (kesalahan-kesalahan berpikir). Theoprostus  kemudian
mengembangkan Logika Aristoteles dan kaum Stoa yang mengajukan
bentuk-bentuk berpikir yang sistematis (Angel, dalam Mundiri 2006).
Logika dapat di sistemisasi dalam beberapa golongan:
1. Menurut Kualitas dibagi dua, yakni Logika Naturalis (kecakapan
berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia) dan 33
Logika Artifisialis (logika ilmiah) yang bertugas membantu 
Logika Naturalis dalam menunjukkan jalan pemikiran agar lebih
mudah dicerna, lebih teliti, dan lebih efisien.
2. Menurut Metode dibagi dua yakni Logika Tradisional yakni
logika yang mengikuti aristotelian dan Logika Modern
3. Menurut Objek dibagi dua yakni Logika Formal (deduktif dan
induktif) dan Logika Material.
Dalam  permasalahan logika satuan proposisi terkecil yakni
“kata”. Kata menjadi penting karena merupakan unsur dalam membentuk
pemikiran. Pada praktiknya kata dapat dilihat berdasarkan beberapa
pengertian yakni  positif (penegasan adanya sesuatu),  negatif (tidak
adanya sesuatu), universal (mengikat keseluruhan), partikular (mengikat
keseluruhan tapi tak banyak),  singular (mengikat sedikit/terbatas),
konkret (menunjuk sebuah benda),  abstrak (menunjuk sifat, keadaan,
kegiatan yang terlepas dari objek tertentu),  mutlak  (dapat difahami
sendiri tanpa hubungan dengan benda lain),  relatif (dapat difahami
sendiri jika ada hubungan dengan benda lain), bermakna/tak bermakna.
Selain itu kata juga dilihat berdasarkan predikatnya.
Selanjutnya adalah defenisi. Defenisi adalah karakteristik
beberapa kelompok kata. Karakteristik berarti melihat jenis dan sifat
pembeda. Jadi mendefenisikan berarti menganalisis jenis dan sifat
pembeda yang dikandungnya. Agar membuat defenisi terhindar dari
kekeliruan ada bebrapa hal yang perlu diperhatikan yakni: (a) defenisi
tidak boleh luas atau lebih sempit dari konotasi kata yang didefenisikan 
(b) tidak menggunakan kata yang didefenisikan (c) tidak memakai
penjelasan yang justru membingungkan (d) tidak menggunakan bentuk
negatif.
Klasifikasi adalah pengelompokan barang yang sama dan
memisahkan dari yang berbeda menurut spesiesnya. Ada dua cara dalam
membuat klasifikasi yakni Pembagian (logical division) dan
Pengolongan.












































BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
1.     Rendahnya sarana fisik,
2.     Rendahnya kualitas guru,
3.     Rendahnya kesejahteraan guru,
4.     Rendahnya prestasi siswa,
5.     Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
6.     Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
7.     Mahalnya biaya pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
1.     Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia?
2.     Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?
3.     Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia?
4.     Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
1.     Mendeskripsikan ciri-ciri pendidikan di Indonesia.
2.     Mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini.
3.     Mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
4.     Mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
1.     Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
1.     Bagi Guru
Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
1.     Bagi Mahasiswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
2.2 Kualitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
1.     Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
2.     Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta gender.
3.     Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
4.     Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
5.     Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
6.     Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
7.     Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
2.3 Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
2.3.1 Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2.3.2 Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.
2.3.3 Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.
Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
2.3.3.1 Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
2.3.3.2 Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
2.3.3.3 Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
2.3.3.4 Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
2.3.3.5 Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
2.3.3.6 Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
2.3.3.7 Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
2.4 Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:
1.     Rendahnya sarana fisik,
2.     Rendahnya kualitas guru,
3.     Rendahnya kesejahteraan guru,
4.     Rendahnya prestasi siswa,
5.     Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
6.     Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
7.     Mahalnya biaya pendidikan.
Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.
3.2 Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous,2000.The World Economic Forum Swedia .Diakses dari   http://forum.detik.com.Tanggal 10 Desember 2009.
Anonymous,2000. Efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.
http://tyaeducationjournals.blogspot.com. Tanggal 10 Desember 2009  Anonymous,2009. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia. Diakses dari  http://www.detiknews.com. Tanggal 10 Desember 2009
Anonymous,2009. Sistem pendidikan .Diakses dari
http://www.sib-bangkok.org. Tanggal 10 Desember 2009.
Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Anonymous,2009.Masalah-pendidikan-di-indonesia.Oleh     http://www.sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/Lhani di/pada Maret 8, 2009.
Be the first to like this post.
16 Komentar »
1.     permasalahan pendidikan di indonesia dari kenyataan yang ada rendahnya tekad dan kemauan dari sebagian pelaksana pendidikan mau diapakan sebenarnya para anak didik ini,ketika pada saat sekarang proses sertifikasi mulai dan sedang dilaksanakan haruslah tetap diberikan dorongan dan diperbaiki mental dari setiap pelaksana pendidikan tanpa mengesampinkan keseahteraan karena tanpa pengawasan sudah menjadi sifat manusia untuk selalu berleha leha bila suatu yang dikerjakan itu dari awalnya bukan tujuan hidupnya thanks
Komentar oleh parlin | 03/27/2010
2.     permasalahan pendidikan di Indonesia memang sangat komplek, mulai dari sarpras, kualitas pendidik, proses pembelajaran, biaya dan dan masih banyak lainnya. perhatian pemerintah terhadap kualitas pendidikan masih setengah hati, segala kebujakan yang diambil tidak pernah terlepas dari perpolitikan bukan secara tulus hati melaksanakan amanah konstitusi. mulai dari penetapan anggaran pendidikan 20% dari APBN, hal itu dilakukan oleh pemerintah ketika momen pemilihan umum presiden dan wakil presiden berlangsung, tidak terlampau jauh dengan itu kemudian pemerintah merancang UU BHP yang membebankan biaya pendidikan kepada pihak pengelola. Akankah anak bangsa ini akan selalu menjadi korban dari ketidakpedulian para pemimpin negara ini, akankah pendidikan hanya akan dinikmati oleh kaum menengah ke atas, akankah nasib guru masih dengan gaji 100.000,- per bulan, akankah,,,,,akankah,,,,,,akankah dan akankah,,,,,,,ya Allah berikanlah hidayah-Mu kepada kami,, Amin.
Komentar oleh syarif_IKIP PGRI SMG | 04/12/2010
3.     Makaseeh eyaw? Cz ni ngebantu q bgt bwt tw sm0a ttg m0et0e pndidikan di ind0nesia. N jg b0at refernsie aq di tgz mt kuliahq. 0k… Pndi2kn d ind0nesia bs jauh lbh baek dr ni khan,? Ayo 7′kan!
Komentar oleh Meong | 04/21/2010
4.     SMOGA MKIN MAJU NYA TAHUN.,,.,.SMGA DAN TUK PENDIDIKAN ITU TDK TAMBAH MALONJAK.,.,.,.,TOLONGLAH BAGI MENTERI PENDIDIKAN JDENGAR KAN KATA HATI.,,.,.ORANG2 YG TDK MAMPU,.,,.YG INGIN BESEKOLAH,.,.,.,.,.
Komentar oleh KARIAAGARA | 05/15/2010
5.     permasalahan pendidikan di Indonesia sangat banyak. hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah dan semua pihak yang terkait untuk menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikannya.
Komentar oleh agus | 05/16/2010
6.     bguzzz
Komentar oleh fund_kep | 06/04/2010
7.     Rendahnya mutu pendidikan negara kita sangat memprihatinkan. butuh perhatian khusus dari pemerintah dan juga kesadaran dr setiap insan akan kondisi ini. Ayo Indonesia!
Komentar oleh Johanson | 06/20/2010
8.     bagus
Komentar oleh ida bagus krisna | 08/06/2010
9.     kalo prestasi siswa banyak dengan banyak siswa indonesia yang memenangkan olimpiade di luar negeri. cuman indonesia kurang menghargai yang seperti itu
Komentar oleh rahmat yusuf | 08/21/2010
10.  blognya bagus perlu dikembangkan masalah kurikulum pendidikan ga begitu di cantumkan, kalau perlu ada di web saya
Komentar oleh mumuz | 08/25/2010
11.  Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia pasti karena berbagai macam faktor tidak hanya satu saja tapi kompleks. Oleh karena itu bagi pemerhati pendidikan dan yang berkecimpung di dalamnya perlu instrokpesi…mau di bawa kemana pendidikan Indonesia?? Setiap diri berpotensi untuk bisa mengatasi masalah dengan BELAJAR. Dengan fenomena pendidikan saat ini, apa yang mesti kita lakukan,,,mulai dari yang sederhana adalah dari diri sendiri. Belajar menjadi orang yang jujur dimanapun berada dan punya optimisme yang KUAT!!!
HARAPAN ITU MASIH ADA untuk pendidikan di Indonesia!SMANGAT!!!
Komentar oleh enggar | 10/14/2010
12.  perlu adanya dorongan oleh pemrintah untuk meningkatkan SDM di indonesia untuk menghadapi era global saat ini, terutama pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan di daerah-daerah pelosok indonesia.
Komentar oleh lukman syahril | 01/06/2011
13.  Sangat bermanfa’at
Komentar oleh Nando | 04/29/2011
14.  Thx ya,, penjelasnnya,,,,ini bermanfaat bagi pengembangan pemahaman saya dalam bidang permasalahan pendidikan di negri ini.
Komentar oleh Jro GDB | 06/03/2011
15.  saya sangt prihatin akn pnddkan di indo.terutama ksdran masy akan penddkn sbg modal msdpn.slain perhtn pmrinth sangtlh pntig mnydrkn msyktnya.nah……bgmn crny
Komentar oleh lusi | 07/08/2011
16.  meskipun target pendidikan tercapai, bukan berarti masalah selesai contohnya para pejabat kita mereka adalah orang terdidik dan terhormat tetapi kenapa masih berbuat keji KKN dan produk turunanya,tanpa memandang belas kasihan kepada rakyat kecil yang hidupnya susah-merana karena tidak berpunya…jika hal ini terus menerus terjadi TUHAN AKAN MURKA dan menghukum negeri ini tanpa henti….PENDIDIKAN ADALAH MILIK SEMUA WNRI TANPA TERKECUALI terjangkau oleh semua golongan ,PENDIDIKAN yang terpenting membangun moral(AGAMA),kemudian pengetahuan …..///
Komentar oleh rogosukmo | 07/23/2011





Sistem Pendidikan Nasional (sebaiknya Anda tahu!)

Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
.: Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan terdiri atas:
1. pendidikan formal,
2. nonformal, dan
3. informal.
Jalur Pendidikan Formal
Jenjang pendidikan formal terdiri atas:
1. pendidikan dasar,
2. pendidikan menengah,
3. dan pendidikan tinggi.
Jenis pendidikan mencakup:
1. pendidikan umum,
2. kejuruan,
3. akademik,
4. profesi,
5. vokasi,
6. keagamaan, dan
7. khusus.
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Pendidikan dasar berbentuk:
1.     Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta
2.     Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
Pendidikan menengah terdiri atas:
1. pendidikan menengah umum, dan
2. pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk:
1. Sekolah Menengah Atas (SMA),
2. Madrasah Aliyah (MA),
3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk:
1. akademi,
2. politeknik,
3. sekolah tinggi,
4. institut, atau
5. universitas.
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi:
1. pendidikan kecakapan hidup,
2. pendidikan anak usia dini,
3. pendidikan kepemudaan,
4. pendidikan pemberdayaan perempuan,
5. pendidikan keaksaraan,
6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
7. pendidikan kesetaraan, serta
8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:
1. lembaga kursus,
2. lembaga pelatihan,
3. kelompok belajar,
4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
.: Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:
1. Taman Kanak-kanak (TK),
2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:
1. Kelompok Bermain (KB),
2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
.: Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
.: Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan keagamaan berbentuk:
1. pendidikan diniyah,
2. pesantren,
3. pasraman,
4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
.: Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
.: Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
**Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.




Daftar Istilah
Pendidikan
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan nasional
Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Sistem pendidikan nasional
Keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Peserta didik
Anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Jalur pendidikan
Wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Jenjang pendidikan
Tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Jenis pendidikan
Kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
Satuan pendidikan
Kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Pendidikan formal
Jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan nonformal
Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan informal
Jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan anak usia dini
Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan jarak jauh
Pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
Standar nasional pendidikan
Kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wajib belajar
Program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Warga Negara
Warga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat
Kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Pemerintah
Pemerintah Pusat.
Pemerintah Daerah
Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.
Menteri
Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.
Sumber: Depdiknas